Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Aktivis buruh Marsinah menjadi salah satu tokoh yang mendapat gelar Pahlawan Nasional pada hari ini di Istana Kepresidenan, Senin (10/11/2025).
Dalam penyematan gelar, Marsini yang merupakan kakak dari Marsinah mengucapkan terima kasih kepada Presiden Prabowo Subianto untuk penganugrahan yang diberikan kepada Marsinah.
Marsini juga berterima kasih kepada pemerintah daerah Jawa Timur yang turut mengusahakan segala persyaratan administrasi pengajuan gelar pahlawan di bidang perjuangan sosial dan kemanusian.
"Saya terima kasih kepada teman-teman Marsinah yang dalam organisasi yaitu KSPSI, KSBSI yang selama ini telah setia kepada Marsina melalui tabur bunga ke Makam Marsinah jika tanggal 1 Mei juga sudah mengadakan tahlil-tahlil di Makam Marsinah, kata Marsini di Istana Kepresidenan, Senin (10/11/2025).
Dalam kesempatan ini, Marsini turut mengenang sosok Marsinah di lingkungan keluarga. Menurutnya, Marsinah dikenang dengan sosok yang sederhana dan memiliki semangat belajar.
Baca Juga: Resmi! Soeharto, Gus Dur, Marsinah Pahlawan Nasional, Cek Hak Keluarga & Ahli Waris
Menurut Marsini, nama Marsinah tidak hanya bersinar di lingkungan keluarga tapi juga di daerah khususnya Nganjuk, Jawa Timur.
"Nganjuk sekarang punya pahlawan nasional sekarang ini dan Marsinah sebagai pahlawan buruh juga pahlawan mungkin yang termuda yang ada di Indonesia," ungkap Marsini.
"Terima kasih adikku Marsinah, kau telah membawa keponakanmu, adikmu, saya dan yang mendampingi saya bisa di Istana Presiden," tambah Marsini.
Profil Marsinah
Marsinah adalah buruh wanita asal Nganjuk, Jawa Timur. Dia bekerja sebagai buruh di PT Catur Putra Surya (CPS), sebuah pabrik arloji di Porong, Sidoarjo, Jawa Timur.
Marsinah lahir pada 10 April 1969. Dia adalah anak kedua dari tiga bersaudara yang semuanya perempuan, Marsini kakaknya dan Wijiati adiknya.
Marsinah merupakan anak dari pasangan Astin dan Sumini di Desa Nglundo, Kecamatan Sukomoro, Kabupaten Nganjuk. Dia pertama kali bekerja di pabrik plastik SKW kawasan industri Rungkut.
Baca Juga: Istana Jelaskan Alasan Soeharto dan 9 Tokoh Lain Dianugerahi Gelar Pahlawan Nasional
Tetapi, gajinya jauh dari cukup sehingga untuk memperoleh tambahan penghasilan, Marsinah juga berjualan nasi bungkus di sekitar pabrik seharga Rp 150 per bungkus.
Kasus Pembunuhan Marsinah
Kasus pembunuhan Marsinah berawal pada 3-4 Mei 1993, saat buruh pabrik pembuatan arloji, PT Catur Putra Surya (CPS), menuntut pemenuhan hak mereka.
Setelah aksi mogok kerja tersebut, 11 dari 12 tuntutan tersebut dikabulkan, kecuali pembubaran Unit Kerja SPSI di PT CPS. Terkabulnya hasil perundingan tersebut tertuang dalam Surat Persetujuan Bersama.
Namun pada 5 Mei 1993, 13 buruh dipanggil oleh Kodim 0816 Sidoarjo dan memaksa mereka untuk mengundurkan diri dari PT CPS, dengan alasan sudah tidak dibutuhkan lagi oleh perusahaan. Mereka yang menolak mendapatkan intimidasi dan tindakan represif.
Mendengar adanya pemanggilan Kodim 0816 Sidoarjo terhadap 13 rekan kerjanya, Marsinah menulis sepucuk surat untuk teman-teman buruhnya tersebut yang berisi petunjuk menjawab interogasi.
Perempuan kelahiran 10 April 1969 juga berikrar di hadapan rekan-rekannya, "Kalau mereka diancam akan dimejahijaukan oleh Kodim, saya akan bawa persoalan ini kepada paman saya di Kejaksaan Surabaya".
Pada hari yang sama, 5 Mei 1993, Marsinah bersama seorang rekannya melayangkan surat protes kepada PT CPS yang diterima oleh pihak keamanan pabrik.
Setelah itu pada, malam harinya, mereka pulang dan menyempatkan untuk berkunjung ke kediaman temannya.
Baca Juga: Prabowo Beri Gelar 10 Pahlawan Nasional, Salah Satunya Ada Soeharto
Namun usai pertemuan di malam itu, pukul 22.00, Marsinah pergi entah ke mana dan menjadi yang terakhir kali bagi rekan-rekannya untuk melihat sosok perempuan itu.
Pada 8 Mei 1993, segerombolan anak-anak menemukan menemukan jasad Marsinah terbujur kaku di sebuah gubuk di kawasan hutan Desa Jegong, Kecamatan Wilangan, Nganjuk, Jawa Timur.
Tubuhnya dipenuhi luka dan bersimbah darah, yang mengindikasikan bahwa Marsinah mengalami kekerasan dan penyiksaan sebelum dibunuh.
Tewasnya Marsinah mendapatkan perhatian publik dan Presiden Soeharto saat itu. Satu bulan pertama pengusutan kasusnya, kepolisian sudah memeriksa sebanyak 142 orang.
Namun puncaknya terjadi pada 1 November 1993 dini hari, saat satuan intelijen menculik delapan orang yang diduga sebagai pelaku pembunuhan Marsinah.
Kedelapan orang tersebut merupakan orang-orang dari PT CPS, di mana salah satu yang diculik adalah pemilik pabrik, Judi Susanto.
Judi Susanto dan tujuh orang lainnya diketahui mengalami siksaan berat untuk dipaksa mengakui bahwa mereka-lah dalang pembunuhan Marsinah.
Selama proses penyelidikan dan penyidikan oleh Tim Terpadu Bakorstanasda Jawa Timur, disebutkan bahwa Suprapto, seorang pekerja di bagian kontrol PT CPS, menjemput Marsinah dengan sepeda motornya.
Namun saat itu, Judi Susanto bersikerah menyatakan tidak terlibat dalam pembunuhan Marsinah. Ia mengaku hanya dijadikan sebagai kambing hitam. Judi Susanto kemudian naik banding ke Pengadilan tinggi dan dinyatakan bebas.
Hal serupa juga dilakukan para staf PT CPS yang dijatuhi hukuman. Mereka naik banding hingga dibebaskan dari segala dakwaan atau bebas murni oleh Mahkamah Agung.
Setelah itu, kasus pembunuhan Marsinah tidak menemui titik terang dan menjadi salah satu catatan pelanggaran HAM di Indonesia.
Baca Juga: Resmi! Soeharto, Gus Dur, Marsinah Pahlawan Nasional, Cek Hak Keluarga & Ahli Waris
Selanjutnya: Beberkan Jasa Soeharto, Fadli Zon: Gelar Pahlawan Soeharto Sesuai Ketentuan
Menarik Dibaca: Promo Superindo Hari Ini 10-13 November 2025, Beli 1 Gratis 1 Jamur Enoki-Spicy Wing
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













