kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.307.000   8.000   0,35%
  • USD/IDR 16.680   -27,00   -0,16%
  • IDX 8.391   -3,35   -0,04%
  • KOMPAS100 1.160   -7,83   -0,67%
  • LQ45 845   -8,63   -1,01%
  • ISSI 290   -0,83   -0,29%
  • IDX30 444   -0,53   -0,12%
  • IDXHIDIV20 511   -2,43   -0,47%
  • IDX80 131   -0,99   -0,75%
  • IDXV30 138   -0,38   -0,28%
  • IDXQ30 140   -0,92   -0,65%

Rancangan UMP 2026: Menakar Kebutuhan Riil Buruh dan Inflasi


Senin, 10 November 2025 / 14:48 WIB
Rancangan UMP 2026: Menakar Kebutuhan Riil Buruh dan Inflasi
ILUSTRASI. Para buruh pelinting rokok antri melinting tembakau menggunakan alat linting manual di pabrik rokok Jambu Bold; Perusahaan Rakyat (PR) Rajan Nabadi di Kudus; Jawa Tengah (17/12/2024). KONTAN/Hendra Suhara


Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pemerintah masih terus meracik formula upah minimum provinsi (UMP) untuk tahun 2026. Meski demikian, kalangan pekerja berharap pemerintah bisa memperhatikan disparitas upah antar daerah.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi menilai bahwa pemerintah bakal bengikuti keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) ihwal penetapan upah minimum. Menuruntya, putusan tersebut tidak jauh berbeda dengan formulasi yang sudah ada saat ini.

Namun, Ristadi mengungkapkan bahwa besaran upah minimum untuk tahun 2026 masih dalam proses pembahasan. Pihaknya juga rutin mengadakan koordinasi bersama pemerintah.

“Kami intens memberikan masukan agar kenaikan upah minimum juga memperhatikan dan mempertimbangkan disparitas upah antar daerah agar tidak semakin timpang,” ujarnya kepada KONTAN, Senin (10/11/2025).

Baca Juga: Kemnaker Finalisasi Regulasi Ketetapan Upah Minimum 2026

Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat mengungkapkan, hingga saat ini pemerintah menyebut mekanisme perhitungan UMP tak berubah dari tahun sebelumnya.

Di mana, ini tetap menggunakan formula Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 tahun 2023 tentang perubahan atas PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.

“Namun bagi kami, serikat pekerja/buruh masih belum melihat gambaran yang komprehensif terkait variabel pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan indeks tertentu yang menjadi dasar perhitungan,” ungkapnya.

Baca Juga: Kadin: Formula UMP 2026 Perlu Berbasis Produktivitas

Mirah menegaskan, kenaikan upah tahun depan harus mencerminkan pemulihan daya beli pekerja, bukan sekadar angka administrasi. Menurutnya, kenaikan upah yang terlalu kecil tidak akan mampu mengimbangi lonjakan biaya hidup seperti rumah, transportasi, pendidikan dan pangan.

Dia bilang, berdasarkan analisis Aspirasi kenaikan ideal berada di rentang 15–18%, agar upah minimum kembali menyentuh upah layak (living wage).

“Jika pemerintah menetapkan angka yang terlalu rendah seperti tahun ini, maka bukan hanya daya beli pekerja yang tergerus, tetapi juga konsumsi domestik yang selama ini menjadi penopang ekonomi Indonesia akan melemah,” tegasnya.

Lebih lanjut, Mirah menambahkan, pihaknya terus membuka dialog dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) dan Dewan Pengupahan. Namun, pihaknya mendorong agar proses lebih transparan dan berbasis data kebutuhan riil pekerja di lapangan buka sekadar stabilitas ekonomi makro.

“Prinsip kami jelas pemerintah tidak boleh hanya mendengar suara pengusaha, tetapi wajib menyeimbangkannya dengan kepentingan pekerja/buruh,” pungkasnya.

Baca Juga: Menaker: Ketetapan Upah Minimum Masih Tunggu Arahan dari Presiden Prabowo

Selanjutnya: Tangkap Peluang Logistik Tanah Air, Begini Strategi FedEx Perkuat Bisnisnya

Menarik Dibaca: Kenalan dengan Malware Android Herodotus, Bisa Menguras Saldo di Rekening Bank

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Video Terkait



TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×