kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tapera dinilai mubazir


Selasa, 12 Desember 2017 / 21:44 WIB
Tapera dinilai mubazir


Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Indef Bhima Yudistira menilai implementasi Tabungan Perumahan Rakyat tak miliki banyak faedah, alih-alih memberikan kemudahan bagi pekerja miliki rumah.

Ada dua alasan menurut Bhima, pertama adalah soal komposisi iuran yang dinilai memberatkan baik pengusaha maupun pekerja.

"Tapera sebenarnya cukup memberatkan pekerja dan pengusaha. Di tengah tekanan ekonomi dan lesunya sektor industri, pekerja dan pengusaha sudah dibebankan aneka pungutan misalnya BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (12/12).

Sementara alsan kedua adalah soal tumpang tindih program. Sekadar informasi BPJS Ketenagakerjaan juga miliki program bantuan kepemilikan rumah bagi pekerja melalui program Manfaat Layanan Tambahan (MLT).

Program MLT dari BPJS Ketenagakerjaan sendiri dinilai Bhima lebih tepat lantaran miliki basis data pekerja. Oleh karenanya dibandingkan membuat program baru, Bhima menyarankan agar program yang sudah ada dapat dioptimalkan.

Hal senada juga diungkapkan Aditya Warman, Wakil Sekretaris Umum APINDO. Ia juga lebih memilih untuk mengoptimalkan program yang telah ada, daripada menambah beban bagi pengusaha dan pekerja. Apalagi kata Aditya, Tapera miliki banyak celah.

"Belum ada keterlibatan di level tripartit dalam Tapera. Padahal pekerja dan pengusaha adalah pihak yang akan menjalani kebijakan ini," kata Aditya saat dihubungi Kontan.co.id.

Ia sendiri menilai Tapera tak efektif jika tak ada terobosan skema. Aditya mencontohkan program bantuan perumahan yang dimiliki BPJS Ketenagakerjaan pun dinilai belum optimal.

"Program tersebut dari dana Jaminan Hari Tua yang dialokasikan Rp 60 triliun pada tahun ini, namun hanya terserap Rp 200 miliar," sambungnya.

Tak optimalnya program ini kata Aditya lantaran para pekerja dinilai tak laik finansial oleh perbankan.

"Ternyata para pekerja ini konsumsi tinggi juga misalnya untuk kendaraan, pendidikan anak, atau multiguna. Dan semakin ke bawah pekerja juga semakin tak bankable," jelas Aditya.

Makanya kata Adit akan lebih baik untuk mengoptimalkan program yang sudah ada. "Untuk apa ada Tapera lagi?" Tanyanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×