kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Yenny Wahid: Negara lain iri karena kita punya Pancasila


Kamis, 10 Mei 2018 / 18:50 WIB
Yenny Wahid: Negara lain iri karena kita punya Pancasila
ILUSTRASI.


Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengajak masyarakat untuk memiliki sifat tenggang rasa dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih saat ini isu intoleransi tengah mengemuka.

“Sebelum kita melakukan sesuatu, tanya pada diri kita, apakah orang lain akan tersinggung atau tidak? Apakah orang lain akan merasakan sakit atau tidak?, ” kata Lukman saat jadi pembicara dalam Dialog Nasional Aplikasi Kehidupan Berbhineka digelar oleh Canisius College Alumni Day 2018, Selasa (8/5) lalu.

Jika masyarakat saling menjaga rasa, kata Lukman, pastilah rasa benci tak akan tumbuh di negeri ini. Ia mengatakan, kondisi saat ini tak terkendali. Bila ada salah satu orang menghujat, maka orang lain akan membalas hujatan tersebut. “Saling hujat muncul karena sesama kita saling melayani hujatan tersebut,” paparnya.

Gubernur PTIK Irjen Pol. Dr. Remigius Sigid Tri Harjanto menambahkan, di sekolah di bawah naungannya terdiri para polisi dari berbagai suku. Penerapan Pancasila secara nyata juga telah dilakukan.

Sehingga, mereka bisa cair antara satu sama yang lainnya. “Tidak boleh ada yang merasa lebih satu sama yang lainnya,” katanya.

Sigid mengaku, para alumnus di PTIK pun harus mau ditempatkan di mana saja. Misalnya orang Jawa, ya harus mau di tempatkan di Sumatera. “Begitu pula dengan orang Sumatera harus mau ditempatkan di Papua,” tegasnya.

Menurut Sigid, penerapan pendidikan PTIK membuat para lulusannya akan berlaku adil di masyarakat. “Kan tidak mungkin suku ini hanya mau melayani sukunya saja. Itu tidak boleh terjadi,” lanjutnya.

Menurut Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman Wahid atau yang akrab disapa Yenny Wahid, Indonesia saat ini tengah dihantui oleh radikalisme dan intoleransi.

“Radikalisme dan intoleransi adalah sesuatu yang berbeda. Radikalisme merupakan tindakan fisik, sedangkan intoleransi tak perlu menggunakan tindakan fisik,” katanya.

Dari survei yang dilakukan oleh Yenny Wahid, saat ini angka radikalisme di Indonesia mencapai 0,4% yang melakukan tindakan radikal. “Tapi, mayoritas dari jumlah itu bukanlah pelakunya, melainkan mereka adalah penyumbang ke organisasi radikal,” katanya.

Walaupun demikian, Yenny tetap optimistis radikalisme dan intoleransi bisa menurun di Indonesia. Ini terbukti bahwa dari hasil riset tersebut, mayoritas masyarakat Indonesia tetap berpegang teguh pada Pancasila. “Negara lain banyak yang iri kepada kita karena kita punya Pancasila. Ini adalah pemersatu kita semua,” katanya.

Acara Dialog Nasional yang digelar Canisius College Alumni Day 2018 merupakan rangkaian acara memperingati 91 tahun Kanisius. Menurut Affan Alamudi, Juru Bicara Perhimpunan Alumni Kolese Kanisius Jakarta, tema Kebhinekaan dipilih karena relevan dengan kondisi saat ini.

“Sekolah Kanisius adalah salah satu pengejewantahan Kebhinekaan. Di dalamnya beragam dan kami tetap bersatu dalam perbedaan itu,” tutupnya.

 Dialog Nasional Aplikasi Kehidupan Berbhineka “Kita Adalah Satu Kita Indonesia Kita Pancasila” yang digelar selama tiga jam tersebut dipandu oleh Najwa Shihab dan juga dihadiri cendekiawan muslim Prof Dr. Komaruddin Hidayat, Romo. Prof. Dr. BS Mardiatmadja, dan Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia Prof Dr. Jimly Asshiddiqie SH sebagai pembicara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×