kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

World Bank Menilai Implementasi UU HPP Dapat Tingkatkan Tax Ratio Hingga 2025


Minggu, 19 Desember 2021 / 18:23 WIB
World Bank Menilai Implementasi UU HPP Dapat Tingkatkan Tax Ratio Hingga 2025
ILUSTRASI. Pajak.


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. World Bank menilai implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dapat meningkatkan tax ratio Indonesia pada 2022 hingga 2025. Hitungan Bank Dunia, setiap tahunnya akan ada tambahan tax ratio  0,7%-1,2% dari produk domestik bruto (PDB).

Lebih lanjut, dalam laporannya yang berjudul 'Indonesia Economic Prospectc: Green Horizon, Toward a High Growth and Low Carbon Economy' menyampaikan bahwa ada empat kebijakan yang akan mendongkrak penerimaan pajak secara konsisten dalam empat tahun ke depan.

Pertama, kenaikan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) dari yang berlaku saat ini sebesar 10% menjadi 11% pada 1 April 2022. Tarif pajak berbasis konsumsi tersebut akan bertahap naik jadi 12% sebelum 1 Januari 2025.

Selain meningkatkan tarif PPN, pemerintah juga memperluas basis wajib pajak terkait. Dalam UU HPP beberapa barang kena pajak/jasa kena pajak (BKP/JKP) yang sebelumnya diberikan fasilitas akan dikenakan pajak per awal kuartal II-2022, seperti barang hasil pertambangan.

Baca Juga: Sri Mulyani: Pemulihan Ekonomi Nasional Berjalan Lebih Cepat dari Perkiraan

Kedua, bertambahnya basis penerimaan pajak terkait adanya kewenangan pemerintah dalam menjalin hubungan kerjasama perpajakan dengan yurisdiksi/negara mitra baik secara bilateral maupun multilateral.

Dalam hal ini UU HPP, pemerintah punya kewenangan melaksanakan perjanjian secara bilateral dan multilateral untuk mencegah pemajakan berganda dan mencegah Bese Erosion and Profit Shifting (BEPS).

Kemudian, melaksanakan pertukaran informasi perpajakan dengan yurisdiksi negara mitra, menyelenggarakan penagihan pajak, dan melaksanakan kerja sama lainnya di bidang perpajakan.

Ketiga, basis wajib pajak akan bertambah karena program Pengungkapan Pajak Sukarela (PPS) yang akan diselenggarakan pada 1 Januari 2022 sampai dengan 30 Juni 2022.

Namun demikian, World Bank meminta agar saat menjalankan program PPS, sistem administrasi otoritas pajak harus diperkuat. Karena hal ini akan menentukan kualitas data yang dihasilkan, untuk dipergunakan dalam meningkatkan kepatuhan formal dan material wajib pajak ke depannya.

Keempat, UU HPP telah memberikan wewenang kepada pemerintah untuk menambah barang kena cukai (BKC) melalui Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksananya.

Belied ini akan memangkas proses politik kebijakan cukai. Sebab pemerintah hanya perlu berkonsultasi dengan Komisi XI DPR RI. Tak perlu lagi menemui Badan Anggaran (Banggar) DPR RI.

“UU HPP yang telah disahkan adalah langkah strategis untuk menyelesaikan masalah rendahnya pungutan pajak,” tulis Direktur Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor-Leste Satu Kahkonen dalam laporan tersebut dikutip Kontan.co.id, Minggu (19/12).

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan peningkatan penerimaan pajak serta tax ratio melalui diterbitkannya UU HPP sangatlah dimungkinkan.

Baca Juga: Sri Mulyani Sebut Pemerintah Bisa Endus Kemanapun Pengemplang Pajak Sembunyikan Harta

Hal tersebut, mengingat pemerintah juga sempat menyampaikan hal serupa, yang memprediksi pada 2025 tax ratio Indonesia bisa berada di level 10,12% dari PDB. Lebih tinggi dibandingkan tanpa UU HPP yang diperkirakan hanya mencapai 8,55% terhadap PDB.

Neilmaldrin mengatakan, potensi peningkatan tax ratio disebabkan UU HPP menawarkan berbagai ketentuan yang diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, memperluas tax base, serta mendorong terciptanya sistem perpajakan yang adil, sehat, efektif, dan akuntabel.

Peningkatan jumlah basis pajak sangat penting untuk menambah pundi-pundi penerimaan pajak. Oleh karenanya, upaya penghindaran pajak akan digeber melalui UU HPP.

“Makanya disisipkan Pasal 20A dalam UU HPP terkait bantuan penagihan pajak dengan negara mitra untuk mencegah penghindaran pajak antarnegara mitra, serta penyisipan Pasal 27C terkait dengan persetujuan penghindaran pajak berganda pada klaster KUP,” ujar Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Minggu (19/12).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×