kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.587.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.370   -5,00   -0,03%
  • IDX 7.155   47,14   0,66%
  • KOMPAS100 1.057   5,10   0,48%
  • LQ45 832   4,41   0,53%
  • ISSI 214   1,71   0,81%
  • IDX30 429   2,76   0,65%
  • IDXHIDIV20 512   2,62   0,51%
  • IDX80 121   0,63   0,53%
  • IDXV30 124   0,17   0,14%
  • IDXQ30 141   0,95   0,68%

Wanti-Wanti Dampak Kebijakan Dagang Trump, Ekonomi RI Diramal Tumbuh 4,8% di 2025


Minggu, 19 Januari 2025 / 17:00 WIB
Wanti-Wanti Dampak Kebijakan Dagang Trump, Ekonomi RI Diramal Tumbuh 4,8% di 2025
ILUSTRASI. /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/09/01/2024. Penetapan kebijakan tarif perdagangan impor sangat dinanti oleh banyak negara, salah satunya adalah Indonesia.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Penetapan kebijakan tarif perdagangan impor sangat dinanti oleh banyak negara. Hal ini karena bisa berpengaruh pada alur perdagangan global. Misalnya saja terkait rencana kebijakan tarif 10% untuk semua impor dan 60% spesifik untuk produk dari China.

Sebagai informasi Donald Trump akan dilantik untuk masa jabatan keduanya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) pada Senin (20/1) besok.

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai dengan batas maksimal 5% dan batas bawah 4,8% salah satunya disebabkan kebijakan tarif perdagangan Trump.

Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut lebih rendah dari target pemerintah dalam asumsi ekonomi makro APBN 2025 sebesar 5,2%.

Baca Juga: Proyek Bali International Hospital Garapan PTPP Progresnya Sudah 97,63%

“Kami sendiri memprediksikan tahun ini pertumbuhan ekonomi maksimal 5%, dengan batas bawa proyeksi bisa mencapai 4,8%. Kebijakan Trump menjadi salah satu faktor tertahannya pertumbuhan ekonomi tahun ini,” kata Yusuf kepada Kontan, Minggu (19/1).

Yusuf menilai, Indonesia tampaknya akan menjadi salah satu negara yang akan diperhatikan oleh Trump, kemudian dievaluasi apakah akan ikut dikenakan tarif tinggi dalam konteks perdagangan internasional atau tidak.

Hal ini sejalan dengan kebijakan Trump yang memang lebih condong pada kepentingan domestik dengan mengenyampingkan unsur kepentingan perdagangan dengan negara-negara partner. Ini juga berlaku termasuk kepada negara yang mempunyai kondisi surplus neraca dagang dengan  AS.

Adapun dengan potensi besar mengenakan tarif terhadap China, maka akan mempengaruhi dinamika perekonomian global. Misalnya kepada negara yang mempunyai hubungan dagang yang baik dengan China.

Selain itu, Yusuf menilai, dengan permintaan yang melemah akibat ekonomi yang terkena dampak tarif tinggi dari AS, maka akan turut mempengaruhi harga komoditas, mengingat China merupakan salah satu negara konsumen terbesar komoditas.

“Dalam konteks tersebut maka Indonesia akan cukup dirugikan, karena China merupakan salah satu partner dagang terbesar Indonesia,” terangnya.

Sejalan dengan itu, harga komoditas utama Indonesia seperti nikel, Crude Palm Oil (CPO), dan tembaga berpotensi turun, sehingga akan mengganggu kinerja ekspor secara umum. Apabila kinerja ekspor terganggu, Yusuf khawatir neraca perdagangan Indonesia bisa berbalik menjadi defisit.

Pun akan turut juga mempengaruhi penerimaan pajak dari komoditas seperti minyak dan gas (migas) dan juga penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari pertambangan maupun dari minyak.

“Secara umum dampak ke perekonomian bisa menurunkan sumbangan ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi,” tandasnya.

Baca Juga: OJK Ingatkan Penguatan Tata Kelola dan Integritas BPD Agar Mampu Bersaing

Selanjutnya: Jumlah Penduduk Miskin Turun di September 2024, Kemensos Ungkap Faktornya

Menarik Dibaca: Film 1 Kakak 7 Ponakan Siap Sentuh Hati Penonton Bioskop

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Bond Voyage Mastering Strategic Management for Business Development

[X]
×