kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Wacana BI awasi lagi perbankan kembali menghangat, ini kata ekonom


Jumat, 03 Juli 2020 / 14:28 WIB
Wacana BI awasi lagi perbankan kembali menghangat, ini kata ekonom
ILUSTRASI. Pejalan kaki melintas di gedung kantor pusat Bank Indonesia (BI) Jakarta, (18/7).


Reporter: Rahma Anjaeni | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Belakangan ini, tersiar kabar bahwa Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sedang mempertimbangkan untuk mengembalikan pengawasan perbankan kepada bank sentral atau dalam hal ini Bank Indonesia (BI). Saat ini, pengawasan bank berada di bawah Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Pertimbangan ini, dikabarkan karena adanya ketidakpuasan atas kinerja OJK selama masa pandemi.

Baca Juga: Erick Thohir: Mungkin tak akan ada lagi BUMN saat Indonesia jadi negara besar di 2045
 
Ekonom Senior Institut Kajian Strategis Universitas Kebangsaan Republik Indonesia Eric Alexander Sugandi menilai, sebaiknya wacana tersebut tidak direalisasikan dalam waktu dekat ini. "Lebih baik pemerintah konsentrasi dulu menangani Covid-19 dan memitigasi dampaknya," ujar Eric kepada Kontan.co.id, Jumat (3/7).

Eric menilai, dalam hal ini OJK tidak bisa disalahkan sepenuhnya atas pertumbuhan kredit yang lambat. Kredit masih tumbuh lambat, utamanya dikarenakan permasalahan di sisi permintaan kredit daripada di sisi penawaran kredit.

Ia melihat BI dan OJK sudah berusaha mendorong dan memfasilitasi pertumbuhan kredit dengan berbagai kebijakan. Namun, memang demand side untuk kredit masih lemah karena investor atau debitur tidak agresif melakukan pinjaman. Ini dikarenakan permintaan konsumsi masyarakat terhadap produk mereka juga melemah.

Baca Juga: Erick Thohir temukan 53 kasus korupsi di perusahaan BUMN

"Ini juga berkaitan dengan melemahnya daya beli masyarakat. Sebelum terjadi Covid-19, daya beli masyarakat juga sudah mulai melemah, adanya Covid-19 memperparah," paparnya.



TERBARU

[X]
×