Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah kembali mengalami peningkatan per akhir Mei 2024.
Berdasarkan dokumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), posisi utang pemerintah hingga 31 Mei 2024 mencapai Rp 8.353,02 triliun.
Secara nominal, posisi utang pemerintah tersebut bertambah Rp 14,59 triliun atau meningkat 0,17% dibandingkan posisi utang pada akhir April 2024 yang sebesar Rp 8.338,43 triliun.
Sementara itu, rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,71%. Angka ini juga meningkat dari rasio utang terhadap PDB bulan sebelumnya yang sebesar 38,64%.
Baca Juga: Pemerintah Sudah Tarik Utang Baru Rp 132,2 Triliun Hingga Mei 2024
Kemenkeu menyatakan, rasio utang yang tercatat per akhir April 2024 ini masih di bawah batas aman 60% PDB sesuai Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara serta lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah 2024-2027 di kisaran 40%.
"Pemerintah mengelola utang secara cermat dan terukur untuk mencapai portofolio utang yang optimal dan mendukung pengembangan pasar keuangan domestik," tulis Kemenkeu dalam laporannya, dikutip Selasa (2/7).
Selain itu, pemerintah mengutamakan pengadaan utang dengan jangka waktu menengah-panjang dan melakukan pengelolaan portofolio utang secara aktif.
Per akhir Mei 2024, profil jatuh tempo utang pemerintah terhitung cukup aman dengan rata-rata tertimbang jatuh tempo (average time maturiy/ATM) di 8 tahun.
"Pengelolaan utang yang disiplin turut menopang hasil asesmen lembaga pemeringkat kredit (S&P, Fitch, Moody’s, R&I, dan JCR) yang hingga saat ini tetap mempertahankan rating sovereign Indonesia pada level investment grade di tengah dinamika perekonomian global dan volatilitas pasar keuangan," katanya.
Baca Juga: Bank Dunia Kerek Proyeksi Defisit APBN Akibat Peningkatan Subsidi & Pelemahan Rupiah
Secara rinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 87,96%. Hingga akhir Mei 2024, penerbitan SBN tercatat sebesar Rp 7.347,50 triliun. Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).
Dalam laporan tersebut, SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 5.904,64 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.705,24 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 1.199,40 triliun.
Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.442,85 triliun dengan rincian, SUN sebesar Rp 1.086,55 triliun dan SBSN senilai Rp 356,30 triliun.
Kemenkeu juga memaparkan, utang pemerintah tersebut ada kontribusi 12,04% dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir Mei 2024 yang sebesar Rp 1.005,52 triliun.
Baca Juga: Ini Sederet Persoalan Ekonomi Era Jokowi yang Jadi Beban Bagi Pemerintahan Prabowo
Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 36,42 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 969,10 triliun.
Untuk pinjaman luar negeri, rinciannya yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 265,83 triliun, pinjaman multilateral Rp 584,65 triliun, dan pinjaman commercial bank sebesar Rp 118,62 triliun.
Sejalan dengan upaya pemerintah memperluas basis investor, inklusi keuangan dan peningkatan literasi keuangan masyarakat dari savings society menjadi investment society, kepemilikan investor individu di SBN domestik terus mengalami peningkatan sejak 2019 yang hanya di bawah 3% menjadi 8,5% per akhir Mei 2024.
Baca Juga: Pemerintah Tidak Berencana Naikkan Tarif Pajak Penghasilan Karyawan
"Sisa kepemilikan SBN domestik dipegang oleh institusi domestik lainnya untuk memenuhi kebutuhan investasi dan pengelolaan keuangan institusi bersangkutan," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News