Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren pemangkasan Utang Luar Negeri (ULN) oleh pihak swasta masih terus berlanjut di awal tahun 2025 menjadi sinyal adanya perlambatan pertumbuhan kondisi bisnis yang dialami perusahaan-perusahaan di industri tanah air.
Per Januari 2025, Bank Indonesia (BI) mencatat posisi ULN swasta tercatat sebesar US$ 194,4 miliar, mengalami kontraksi atau menurun 1,7% secara tahunan (year on year/yoy).
Adapun berdasarkan tujuan penggunaannya, sebesar US$ 94,5 miliar digunakan untuk modal kerja, dan sebesar US$ 82,23 miliar digunakan untuk investasi. Jumlah tersebut juga mengalami penurunan 0,26% yoy jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya sebesar US$ 179,26 miliar.
Baca Juga: Defisit Anggaran Hingga Pelemahan Rupiah Akan Pengaruhi Posisi Utang Negara Tahun2025
Melihat kondisi ini, Chief Economist PT Bank Central Asia Tbk (BCA) David Sumual menyampaikan, penurunan ULN ini mengindikasikan mengindikasikan perlambatan ekspansi sektor swasta, terutama pada industri pertambangan yang terkontraksi sebesar 7,75% YoY dan konstruksi yang terkontraksi sebesar 6,97% YoY. Di sisi lain, ULN sektor manufaktur masih mencatat pertumbuhan positif 9,63% YoY sejalan dengan angka PMI manufaktur yang masih dalam zona ekspansi.
Menurutnya perlambatan ekspansi sektor pertambangan tersebut sejalan dengan prospek penurunan raw materials dari Tiongkok akibat perang dagang, sedangkan perlambatan ekspansi sektor konstruksi dipengaruhi pergeseran prioritas fiskal pemerintah.
Meskipun perlambatan ekspansi sektor menjadi sinyal negatif bagi ekspor Indonesia, namun menurut David hal ini tidak banyak berdampak pada penyerapan tenaga kerja mengingat sektor pertambangan cenderung capital-intensive.
"Perlambatan sektor konstruksi lebih berdampak pada penyerapan tenaga kerja, namun diimbangi oleh ekspansi sektor manufaktur," ungkap David kepada Kontan, Selasa (25/3).
Ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin sepakat, bahwa kemungkinan pihak swasta memangkas ULN di awal tahun menunjukkan adanya perlambatan transaksi ekspor-impor.
"Iya, ada kemungkinan akibat menurunnya expansi perusahaan multinasional di Indonesia sebagai akibat dinamika global dan tantangan domestik. Jika ini yang terjadi, maka lapangan kerja di Indonesia berpotensi terkontraksi," ungkapnya kepada Kontan.
Baca Juga: Utang Luar Negeri RI dari China Tembus US$ 22,47 Miliar, Mayoritas ke Swasta
Ekonom Senior sekaligus Guru Besar Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty menyatakan, pemangkasan utang luar negeri oleh swasta ini merupakan tindakan yang rasional sejalan dengan kondisi pereonomian yang terjadi saat ini.
"Swasta itu lebih responsif dan rasional dengan kondisi perekonomian, swasta butuh utang untuk ekspansi usaha, kalau dilihat ekspektasi peluang usaha berkurang, dia akan mengurangi utangnya, begitu juga kalau risikonya meningkat," ungkap Telisa kepada Kontan.
Lebih lanjut Telisa menyampaikan, tekanan ekonomi global maupun domestik juga turut mempengaruhi keputusan swasta untuk memangkas utang luar negerinya.
Di sisi lain, pemangkasan ULN Swasta menurut Telisa tidak berdampak langsung ke kinerja indutsri tanah air terutama penyerapan tenaga kerja, hal ini mengingat kebanyakan ULN Swasta digunakan untuk membiayai investasi.
"Kalau utangnya digunakan untuk produktif, tentu akan mempengaruhi industri dan tenaga kerja," ungkapnya.
Baca Juga: Meningkat, Utang Luar Negeri Indonesia Capai US$ 427,5 Miliar Per Januari 2025
Selanjutnya: Catat Pertumbuhan Kinerja di 2024, Simak Rekomendasi Saham Wijaya Karya Beton (WTON)
Menarik Dibaca: Tes Kesehatan Otak Mudah dengan Aplikasi BrainEye
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News