Reporter: Siti Masitoh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12% year on year (YoY) pada kuartal II 2025 yang diumumkan Badan pusat Statistik (BPS), hari ini Selasa (5/8) mengejutkan banyak pihak.
Pasalnya, pertumbuhan ekonomi tersebut meleset dari perkiraan pasar, yang menghitung pertumbuhan ekonomi periode tersebut tak akan mencapai 5%.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengungkapkan, data BPS menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga yang menjadi sumber utama pendorong ekonomi periode tersebut tumbuh sebesar 4,97% YoY, naik tipis dari kuartal sebelumnya sebesar 4,89% YoY.
Pertumbuhan konsumsi ini dorong oleh momen Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) seperti Idulfitri dan libur sekolah yang meningkatkan mobilitas dan belanja.
Baca Juga: PDB Indonesia Naik 5,12% di Kuartal II-2025, Investasi Meningkat Saat Konsumsi Seret
Selain itu, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi sebagai pendorong kedua tumbuh 6,99% YoY, atau melonjak dari kuartal sebelumnya yang tumbuh 2,12% YoY.
PMTB tumbuh didorong belanja modal pemerintah yang naik 30,37% dan impor barang modal terutama mesin yang naik 31,90%.
Namun yang menjadi janggal adalah, PMTB tumbuh didorong belanja pemerintah, sedangkan kontribusi konsumsi pemerintah justru negatif, alias terkontraksi 0,33% YoY, dan bahkan kinerja ekspor bersih (net export) juga menyempit kontribusinya atau sumber terhadap pertumbuhan ekonomi dari 0,71% pada kuartal I 2025 menjadi 0,22% pada kuartal II 2025.
Selain itu, ia menyebut, meskipun industri pengolahan dan konstruksi tumbuh masing-masing 5,68% dan 4,98%, beberapa sektor seperti pengadaan listrik dan gas hanya tumbuh 0,90%, dan jasa pendidikan hanya 1,40%.
“Artinya, lonjakan pertumbuhan lebih bersifat momentum driven ketimbang berbasis struktur yang solid dan merata,” tutur Josua kepada Kontan, Selasa (5/8).
Ia menambahkan, pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12% YoY ini memang menjadi kejutan positif bagi banyak pihak, terutama karena angka ini melampaui ekspektasi pasar yang umumnya memperkirakan pertumbuhan di bawah 5%.
Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Jawa dan Sumatera Tertinggi pada Kuartal II 2025
“Namun, apakah angka ini sepenuhnya mencerminkan realitas fundamental ekonomi saat itu? Jawabannya perlu dilihat dari sisi kualitas dan ketahanan pertumbuhan tersebut, serta bagaimana prospeknya ke depan, termasuk target pemerintah yang ingin mengejar pertumbuhan 5,2% di akhir tahun,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan, bila melihat ke semester II-2025, beberapa tantangan mulai membayangi. Pemerintah, melalui Kemenko Perekonomian, menargetkan pertumbuhan 4,4% pada semester II agar target tahunan 5,2% tercapai. Menurutnya, target ini secara matematis memungkinkan, tetapi menantang.
Tantangan tersebut di antaranya, pertama, efek musiman yang mendorong konsumsi di kuartal II 202 akan berkurang di semester II 2025.
Kedua, ketegangan dagang global khususnya dengan Amerika Serikat (AS) dan potensi pelemahan permintaan global bisa menekan ekspor. Ketiga, impor yang sudah sangat tinggi di kuartal II 2025 naik 11,65%, bisa berisiko memperlebar defisit neraca berjalan jika tidak dibarengi dengan ekspor yang kuat.
“Namun demikian, peluang tetap terbuka. Pemangkasan tarif resiprokal AS terhadap produk Indonesia dari 32% ke 19%, serta penurunan tarif impor barang modal dari AS menjadi 0%, bisa memberi stimulus tambahan bagi sektor manufaktur dan investasi.
Ia menambahkan, apabila pemerintah mampu menjaga daya beli melalui belanja sosial dan menjaga momentum belanja modal, serta Bank Indonesia mulai melakukan pemangkasan suku bunga hingga 50 basis poin (bps) seperti yang diantisipasi pasar, maka proyeksi 5,2% masih dalam jangkauan meskipun akan memerlukan kerja ekstra keras dari sisi koordinasi fiskal-moneter serta reformasi struktural.
Selain itu, Josua menyebut, pertumbuhan 5,12% di kuartal II 2925 merefleksikan pemulihan yang kuat, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor musiman dan stimulus jangka pendek. Secara fundamental, menurutnya, tantangan eksternal dan pembalikan momentum konsumsi perlu diantisipasi dengan cermat di semester II.
“Target pemerintah untuk mencapai 5,2% pada akhir 2025 masih memungkinkan, tetapi hanya bila seluruh kebijakan stimulus fiskal, moneter, dan kebijakan industri dikawal secara efektif dan responsif terhadap dinamika global,” tandasnya.
Selanjutnya: Syarat Live Streaming YouTube untuk Kreator dan Aplikasi Pendukung
Menarik Dibaca: Hal yang Harus Disiapkan Sebelum Mengunjungi Singapura Untuk Pertama Kalinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News