Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kalangan pengusaha meminta pemerintah untuk mempertimbangkan secara cermat berbagai faktor dalam menetapkan besaran upah minimun untuk tahun depan. Sebab, dampak kenaikan upah harus diantisipasi oleh pelaku usaha.
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Mahendra Rianto mengatakan, pemerintah harus menekan atau menghilangkan biaya-biaya yang tidak penting dan membenani pengusaha seiring kenaikan upah pekerja pada tahun depan.
Baca Juga: Banyak PHK, Pemerintah Diminta Hati-Hati Putuskan Kenaikan Tarif PPN 12%
"Tugas pemerintah harus menghilangkan biaya-biaya yang membebani pemgusuha untuk hal-hal yang tidak penting seperti pungutan-pungutan liar di sepanjang rantai pasok dan logistik," katanya saat berbicang dengan Kontan.co.id, Selasa (12/11).
Selain itu, ALI minta pemerintah untuk menunda kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% di tahun 2025 karena berdampak pada daya beli masyarakat.
"Tunda kenaikan PPN yang 12%," katanya.
Sebagai informasi, hal yang melatarbelakangi kebijakan kenaikan tarif PPN adalah Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi dan Peraturan Perpajakan (HPP) Pasal 7 (1) yang menyebtukan bahwa tarif PPN sebesar 12 persen berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025.
Baca Juga: Airlangga Sebut Kenaikan Tarif PPN 12% Masih Dibahas Sri Mulyani
Dari sisi regulasi, sepanjang tidak ada aturan yang membatalkan pasal tersebut, maka pemerintah akan menjalankan kebijakan kenaikan tarif PPN tersebut. Tetapi, secara empiris, pemerintah bisa menunda pelaksanaan aturan tersebut.
Terkait penghitungan upah minimum 2025, Mahendra menilai, pemerintah harus tuntaskan dulu pembahasannya bersama serikat buruh juga pengusaha untuk mendapatkan upah yang ideal.
Setelah itu baru standard upah ideal ini diterjemahkan ke masing-masing propinsi, sehingga ada titik tengah dan standard apa yang disebut upah ideal tersebut.
"Baru setalah itu kita formulasikan angkanya untuk didiskusikan dengan kedua belah pihak.Antara lain pengusaha harus punya KPI performa produktif karyawannya, dan karyawan punya KPI kepada pengusaha untuk angka upahnya," papar Mahendra.
Menurut dia, di beberapa perusahaan swasta yang sudah baik, dengan menerapkan pendekatan ini, maka aman-aman saja ketika ada penyesuaian upah. Sedangkan, untuk angka kenaikan upahnya, Mahendra bilang, masing-masing industri pasti beda.
Sebab, tergantung asumsi proyeksi growth masing-masing industri di tahun 2025. "Yang pasti harus sama denga asumsi tingkat inflasi tahun depan. Misalnya, kenaikan upah 4% adalah minimum nya," imbuh Mahendra.
Baca Juga: Apindo Keluhkan Regulasi Sektor Ketenagakerjaan yang Acap Berubah
Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjanjikan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025. Menurutnya, besaran upah tidak mungkin menurun meski pemerintah masih mengkaji formulasi yang memungkinkan.
Menaker tidak bisa menjanjikan aturan terkait formulasi upah terbit usai Presiden Prabowo Subioanto selesai melawat ke luar negeri. Hal yang pasti, besaran upah minimum tahun 2025 baru berlaku pada Januari tahun depan.
Yassierli berharap Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit yang terdiri dari Serikat buruh dan pengusaha solid. Sejauh ini Kemnaker sudah membahas masalah pengupahan ini dengan Dewan Pengupahan Nasional dan LKS Tripartit.
Senada, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam berujar, penetapan upah minimum yang tinggi akan menyulitkan perusahaan dalam menyusun struktur skala upah yang proporsional dan mencerminkan produktivitas pekerja serta kapasitas keuangan pengusaha.
Oleh karena itu, Apindo sebagai perwakilan dunia usaha di Indonesia berharap dapat dilibatkan secara intensif dalam seluruh proses pembahasan aturan ketenagakerjaan.
Baca Juga: Upah Minimum 2025 Diusulkan Naik 10%, Ekonom: Dorong Pertumbuhan Ekonomi
"Tujuannya, agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dapat merespons kepentingan dunia usaha dan mendukung terciptanya iklim kondusif bagi perkembangan industri dan ketenagakerjaan di Indonesia," tandas Bob.
Menurut Bob, ketika pemerintah menetapkan besaran kenaikan upah minimum dalam rentang 3%-3,5%, perusahaan akan mengalami dampak yang lebih besar di atas persentase tersebut. Kenaikan upah minimum akan memicu efek multiplier.
Alhasil, pengusaha tidak hanya menanggung kenaikan bagi pekerja yang berada pada posisi upah minimum, namun juga harus menyesuaikan upah bagi kelompok pekerja lain di atasnya, yang biasa disebut sebagai upah sundulan.
"Dampak keseluruhan yang dirasakan pengusaha bisa mencapai sekitar 6%, mengingat biaya tambahan terkait, seperti upah lembur dan iuran jaminan sosial, yang juga turut meningkat," sebutnya.
Selanjutnya: Harmoni Toleransi AstraPay Peduli untuk Negeri
Menarik Dibaca: Muncul Selulit dan 3 Tanda Utama Wajah Kekurangan Kolagen
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News