kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.200   59,45   0,83%
  • KOMPAS100 1.107   11,93   1,09%
  • LQ45 878   11,94   1,38%
  • ISSI 221   1,25   0,57%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,59   1,05%
  • IDX80 127   1,36   1,08%
  • IDXV30 135   0,76   0,57%
  • IDXQ30 149   1,76   1,20%

Apindo Keluhkan Regulasi Sektor Ketenagakerjaan yang Acap Berubah


Selasa, 12 November 2024 / 21:30 WIB
Apindo Keluhkan Regulasi Sektor Ketenagakerjaan yang Acap Berubah
ILUSTRASI. Menurut Apindo, Undang-Undang Ketenagakerjaan seharusnya melindungi pekerja dan dunia usaha serta memberikan jaminan bagi investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan baru.


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyoroti regulasi ketenagakerjaan yang berubah-ubah.

Menurut Apindo, Undang-Undang Ketenagakerjaan seharusnya melindungi pekerja dan dunia usaha serta memberikan jaminan bagi investasi yang menciptakan lapangan pekerjaan baru. 

Namun dengan kerap bergantinya regulasi, justru menimbulkan ketidakpastian dan bahkan dapat berujung pada hilangnya lapangan pekerjaan. Padahal, Indonesia membutuhkan setidaknya 3 juta lapangan pekerjaan baru di setiap tahunnya.

Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir, peraturan mengenai ketenagakerjaan di Indonesia telah berubah sebanyak empat kali, menciptakan ketidakpastian bagi dunia usaha.

"Peraturan yang berubah tiba-tiba karena salah satunya putusan judicial review Mahkamah Konstitusi atas UU Cipta Kerja," katanya saat dihubungi KONTAN, Selasa (12/11/2024).

Baca Juga: Upah Minimum 2025 Diusulkan Naik 10%, Ekonom: Dorong Pertumbuhan Ekonomi

Bob menjelaskan, judicial review Undang-Undang Cipta Kerja menimbulkan perubahan yang signifikan khususnya dalam penentuan upah minimum yang ditentukan berdasarkan sektoral. Sektor padat karya menjadi sektor yang paling terdampak atas perubahan aturan upah minimum tersebut.

Maka itu, penentuan upah minimum pun hendaknya memperhatikan perbedaan karakteristik sektor padat karya dan non padat karya.

Terkait dengan klausul penetapan upah minimum, Apindo menyampaikan pandangannya. Pertama, waktu untuk penetapan upah minimum untuk tahun 2025 sudah sangat mendesak, mengingat berdasarkan PP Nomor 51 tahun 2023 bahwa upah minimum provinsi harus sudah ditetapkan pada tanggal 21 November 2024.

Kedua, sampai sebelum diterbitkannya Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 dunia usaha sudah memproyeksikan besaran upah minimum berdasarkan PP No.51 tahun 2023 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.

Ketiga, demi kepastian hukum, penetapan upah minimum untuk tahun 2025 hendaknya masih tetap mengacu kepada PP No. 51/2023. Hal ini mengingat bahwa dalam kurun waktu tiga tahun sejak diberlakukannya UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja, pengaturan upah minimum telah berubah-ubah empat kali, yaitu PP No. 36/2021, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18/2022, PP No. 51/2023 dan yang baru diterbitkan yaitu Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023.

Baca Juga: Menaker Pastikan UMP 2025 Naik, Cek Besaran UMP 2024 Di 38 Provinsi Di Indonesia

Menurut Bob, ketika pemerintah menetapkan besaran kenaikan upah minimum dalam rentang 3%-3,5%, perusahaan akan mengalami dampak yang lebih besar di atas persentase tersebut.

Kenaikan upah minimum akan memicu efek multiplier. Alhasil, pengusaha tidak hanya menanggung kenaikan bagi pekerja yang berada pada posisi upah minimum. Namun juga harus menyesuaikan upah bagi kelompok pekerja lain di atasnya, yang biasa disebut sebagai upah sundulan. 

"Dampak keseluruhan yang dirasakan pengusaha bisa mencapai sekitar 6%, mengingat biaya tambahan terkait, seperti upah lembur dan iuran jaminan sosial, yang juga turut meningkat," sebutnya.

Yang terang, penetapan upah minimum yang tinggi akan menyulitkan perusahaan dalam menyusun struktur skala upah yang proporsional dan mencerminkan produktivitas pekerja serta kapasitas keuangan pengusaha.

Oleh karena itu, Apindo sebagai perwakilan dunia usaha di Indonesia berharap dapat dilibatkan secara intensif dalam seluruh proses pembahasan aturan ketenagakerjaan.

"Tujuannya, agar kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dapat merespons kepentingan dunia usaha dan mendukung terciptanya iklim kondusif bagi perkembangan industri dan ketenagakerjaan di Indonesia," tandas Bob.

Baca Juga: Serikat Buruh Minta Penetapan UMP 2025 Masukan Komponen Kebutuhan Riil

Sebelumnya, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menjanjikan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025. Menurutnya, besaran upah tidak mungkin menurun meski pemerintah masih mengkaji formulasi yang memungkinkan.

Menaker tidak bisa menjanjikan aturan terkait formulasi upah terbit usai Presiden Prabowo Subioanto selesai melawat ke luar negeri. Hal yang pasti, besaran upah minimum tahun 2025 baru berlaku pada Januari tahun depan.

Yassierli berharap Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit yang terdiri dari Serikat buruh dan pengusaha solid. Sejauh ini Kemnaker sudah membahas masalah pengupahan ini dengan Dewan Pengupahan Nasional dan LKS Tripartit.

Selanjutnya: Lebih Dekat dengan Warga, Menkomdigi Gelar Komdigi Menjangkau di Jakarta Utara

Menarik Dibaca: Muncul Selulit dan 3 Tanda Utama Wajah Kekurangan Kolagen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×