Reporter: Teddy Gumilar | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Amerika Serikat belum juga menyetujui Reducing Emision Form Deforestation and Degradation (REDD) Plus dengan skema rehabilitasi hutan. Mereka lebih cenderung pengurangan emisi dilakukan dengan menggunakan alih teknologi ramah lingkungan.
Hal ini disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan usai membuka Kongres II Lembaga Masyarakat Desa Hutan II (LMDH) di Tasikmalaya, (20/5). Kata Menhut, keinginan AS ini tidak sejalan dengan keinginan Indonesia dan negara berkembang lain yang lebih memilih penanaman pohon. “Mereka ingin lebih ke alih teknologi,” ujar menhut.
Dalam kesempatan yang berbeda, Staf Ahli Menhut Bidang Kelembagaan hadi pasaribu menyatakan belum ada kejelasan soal pendorong sikap AS ini. namun ia menengarai sikap itu muncul karena dorongan dari kaum republiken. “Saya baca Wall Street Journal edisi awal Mei, Republiken masih keberatan dengan Redd Plus,” ujarnya.
AS lebih memilih skema alih teknologi ramah lingkungan agar industri mereka bisa ikut mengambil manfaat dalam perdagangan karbon ini. Misalnya untuk mengurangi emisi yang timbul dari pembangkit tenaga listrik. Perusahaan energi asal Negeri paman Sam, Chevron saat ini sudah mengusahakan geothermal sebagai pembangkit listrik sekitar 300 MW di Indoensia.
Kepala Litbang Kemenhut Tachir Fathoni mengungkapkan sikap dan kepastian komitmen pendanaan AS soal Redd Plus akan menjadi salah satu bahan pembicaraan kala kedatangan Barack Obama ke Indonesia. “Rencananya dalam kunjungan ke Indonesia, Redd Plus akan dibicarakan,” ujarnya.
Sebelumnya dalam COP di Copenhagen beberapa waktu lalu, Australia, Perancis, Norwegia, Inggris, dan Amerika Serikat menyatakan komitmen pendanaan REDD Plus US$ 3,5 miliar sebagai kompensasi reduksi emisi karbon yang dilakukan oleh negara berkembang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News