kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Untuk naikkan suku bunga acuan, ekonom lihat BI akan bergantung pada 3 kondisi ini


Selasa, 01 Juni 2021 / 19:23 WIB
Untuk naikkan suku bunga acuan, ekonom lihat BI akan bergantung pada 3 kondisi ini
ILUSTRASI. Bank Indonesia. REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana


Reporter: Bidara Pink | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman melihat, Bank Indonesia (BI) masih akan menerapkan kebijakan suku bunga rendah hingga akhir tahun 2021. Namun, bukan berarti BI akan terus mempertahankan suku bunga rendah. BI juga ada peluang untuk meningkatkan suku bunga acuan tetapi baru di akhir tahun 2022 atau tahun awal tahun 2023. 

Faisal kemudian menjelaskan, sebenarnya pengetatan kebijakan moneter BI tidak bisa diraba kapan waktu tepatnya. Namun, ini akan bergantung pada tiga hal. 

“Akan sangat bergantung pada kebijakan moneter The Fed kalau suku bunga naik atau tapering terjadi, inflasi dalam negeri mulai naik dengan tendensi dapat melebihi batas atas target BI, dan rupiah tertekan akibat neraca pembayaran yang defisit sehingga mengurangi cadangan devisa,” ujar Faisal kepada Kontan.co.id, Selasa (1/6). 

Kemudian, ia memerinci. Pertama, dari faktor global yang biasanya berkaitan dengan keputusan The Fed terkait kebijakan moneter dan program pembelian US Treasury, seiring dengan perkembangan kondisi perekonomian AS. 

Baca Juga: Ini risiko yang akan dihadapi Indonesia saat terjadi pengetatan moneter di AS

Bila perekonomian AS pulih cepat dan inflasi menunjukkan peningkatan, maka pengetatan moneter yang dilakukan oleh The Fed tentu akan berdampak pada yield US Treasury dan ini pasti akan mempengaruhi yield Surat Berharga Negara (SBN) dengan muncul risiko kenaikan yield SBN. 

Kedua, kondisi inflasi dalam negeri yang meningkat. Namun, saat ini inflasi terbilang masih rendah atau masih di bawah kisaran sasaran BI yang sebesar 2% - 4%. Namun, risiko inflasi meningkat ke depan juga ada, seiring dengan pemulihan ekonomi. 

Ketiga, kondisi neraca pembayaran Indonesia (NPI) yang terkait dengan cadangan devisa dan nilai tukar rupiah. Kabar baiknya, NPI masih mencatat surplus meski neraca transaksi berjalan mengalami defisit yang melebar akibat bangkitnya ekonomi. 

Selanjutnya: Kebijakan moneter The Fed akan lebih ketat tahun depan, BI siap pasang kuda-kuda

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×