Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Jumlah penduduk miskin di Indonesia melonjak signifikan menjadi 194,4 juta jiwa atau 68,91% dari total populasi, menyusul revisi metode penghitungan garis kemiskinan oleh Bank Dunia.
Perubahan ini disebabkan oleh adopsi standar baru purchasing power parity* (PPP) 2021 yang menggantikan standar PPP 2017.
Revisi tersebut tercantum dalam laporan June 2025 Update to the Poverty and Inequality Platform yang dirilis Bank Dunia.
Dalam laporan itu, Bank Dunia menaikkan garis kemiskinan internasional untuk negara berpendapatan menengah seperti Indonesia dari US$ 6,85 menjadi US$ 8,30 per orang per hari.
Baca Juga: Bank Dunia Sebut 60% Penduduk Indonesia Masih Miskin, Ini Kata Ekonom
Selain itu, garis kemiskinan untuk negara berpendapatan rendah dinaikkan dari US$ 2,15 menjadi US$ 3 per hari, sementara untuk negara berpendapatan menengah bawah naik dari US$ 3,65 menjadi US$ 4,20 per hari.
"Revisi PPP mencerminkan data terbaru mengenai garis kemiskinan nasional yang menunjukkan kenaikan lebih tinggi dibandingkan perubahan harga semata," tulis Bank Dunia dalam laporannya, dikutip pada Senin (9/6).
Hal ini terutama berdampak pada penghitungan garis kemiskinan ekstrem dan garis kemiskinan negara berpendapatan menengah atas.
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2024 dari Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk Indonesia mencapai 285,1 juta jiwa. Dengan standar baru Bank Dunia, berarti hampir dua dari tiga warga Indonesia kini tergolong miskin.
Baca Juga: Bank Dunia Sebut Penduduk Miskin Indonesia Capai 194,4 Juta Orang
Sebelumnya, laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 mencatat tingkat kemiskinan Indonesia sebesar 60,3% berdasarkan PPP 2017. Namun angka tersebut meningkat drastis dengan diberlakukannya PPP 2021.
Meski demikian, data Bank Dunia berbeda jauh dari data resmi pemerintah. Menurut BPS, per September 2024 jumlah penduduk miskin Indonesia tercatat hanya 24,06 juta jiwa atau 8,57% dari total populasi. Perbedaan ini disebabkan oleh perbedaan metodologi yang digunakan.
BPS menggunakan pendekatan kebutuhan dasar, yaitu pengeluaran minimal untuk kebutuhan makanan setara 2.100 kilokalori per orang per hari, serta kebutuhan non-makanan seperti perumahan dan listrik.
Berdasarkan pendekatan ini, garis kemiskinan nasional ditetapkan sebesar Rp 595.243 per orang per bulan, atau sekitar Rp 2,8 juta per rumah tangga miskin dengan rata-rata 4,71 anggota keluarga.
Baca Juga: Bank Dunia Sebut Tingkat Ketidakpatuhan Pajak di Indonesia Tinggi, Ini Kata Pengamat
Di sisi lain, Bank Dunia menggunakan pendekatan purchasing power parity* untuk membandingkan tingkat kemiskinan antarnegara dengan memperhitungkan perbedaan biaya hidup.
Penerapan PPP 2021 secara signifikan mengubah potret kemiskinan Indonesia di tingkat global. Meski secara nasional jumlah penduduk miskin relatif kecil, secara internasional angka tersebut melonjak drastis.
Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam menjelaskan perbedaan data serta merumuskan kebijakan pengentasan kemiskinan yang lebih efektif.
Selanjutnya: Saham Abadi Nusantara (PACK) Melambung Usai Beralih Ke Nikel, Ini Catatan Analis
Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Bra untuk Payudara Besar, Nyaman dan Anti Kendur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News