Reporter: Muhamad Fasabeni, Kompas.com | Editor: Edy Can
YOGYAKARTA. Bencana datang silih berganti. Saat banjir merendam sejumlah daerah di Tanah Air, tsunami setinggi dua meter akibat gempa berkekuatan 7,2 skala Richter, Senin (25/10) malam lalu, menghantam pesisir Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Korban jiwa berjatuhan.
Pusat Pengendali Operasi (Pusdalop) Penanggulangan Bencana Sumatera Barat hingga tadi malam mencatat, lebih dari 80 orang tewas dan sedikitnya 107 orang hilang. Sementara, penduduk Mentawai yang mengungsi mencapai 645 orang.
Namun, data korban tewas dan hilang masih simpang siur. Sebab, Ketua DPRD Mentawai Hendri Dori mengungkap jumlah yang lebih besar lagi. Ia menyatakan, korban tewas mencapai 108 dan warga yang hilang sebanyak 502 orang.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sumatera Barat Harmensyah mengatakan, sekitar 100 rumah penduduk rusak akibat gempa dan tsunami tersebut. "Tim gabungan terus mencari korban yang hilang disapu tsunami," katanya.
Sementara, di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Gunung Merapi yang baru menyandang status awas pada Senin (25/10) pagi lalu, akhirnya meletus, Selasa (26/10) kemarin sekitar pukul 17.02 WIB. Semburan awan panas atau warga sekitar menyebutnya sebagai wedhus gembel mencapai ketinggian 1,5 kilometer.
Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Subandriyo dan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Surono menyebut proses ini awal dari erupsi atau letusan. Erupsi terjadi dua kali, yakni pukul 17.02 WIB dan 17.23 WIB.
Tiga warga Kepuh, satu di antaranya perempuan Cangkringan, Sleman, Yogyakarta menjadi korban awan panas dengan luka bakar mencapai 60%. Seorang bayi berusia tiga bulan meninggal karena mengalami sesak napas akibat debu vulkanik letusan Gunung Merapi. Sembilan penduduk lainnya yang juga mengalami sesak napas berhasil diselamatkan dan saat ini berada di RSUD Muntilan, Jawa Tengah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News