Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Rencana Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump untuk menerapkan tarif tambahan sebesar 15%–20% terhadap negara-negara yang tidak melakukan negosiasi dagang menjadi ancaman baru bagi daya saing produk ekspor Indonesia.
Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan bahwa tarif 19% yang telah disepakati AS terhadap Indonesia sebagai hasil berbagai komitmen investasi dan pelonggaran akses produk AS akan menjadi tidak relevan jika negara-negara non-negosiator justru terkena tarif yang lebih rendah.
Baca Juga: Besaran Bea Keluar Ekspor Batubara dan Emas Akan Diumumkan Agustus 2025
“Ini bisa merugikan Indonesia. Barang-barang ekspor kita ke AS bisa jadi lebih mahal dibandingkan produk sejenis dari negara lain. Kita saja sudah kalah dari Malaysia dalam ekspor CPO (crude palm oil),” ujar Huda kepada Kontan.co.id, Kamis (31/7/2025).
Menurutnya, perusahaan pengguna sawit di AS cenderung akan memilih produk asal Malaysia yang lebih murah akibat beban tarif lebih ringan.
Hal serupa juga bisa terjadi pada produk-produk ekspor lain jika skema tarif global tersebut diberlakukan.
Tak hanya dari sisi ekspor, lanjut Huda, selisih tarif juga berpotensi memengaruhi minat investasi.
“Tarif lebih rendah bisa membuat industri global lebih memilih masuk ke Malaysia dibanding ke Indonesia. Artinya, daya saing kita bisa terpukul dua kali,” tegasnya.
Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan Indonesia Menyusut Jadi US$ 4,10 Miliar Pada Juni 2025
Meski demikian, Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden, Fithra Faisal Hastiadi, menyampaikan bahwa Indonesia tidak perlu terlalu khawatir terhadap pernyataan Trump tersebut.
“Omongan Trump seringkali tidak mencerminkan konstitusi AS. Masih terlalu dini untuk menganggap itu pasti,” ujarnya dalam diskusi publik di Jakarta.
Fithra bahkan menyebut bahwa Trump mempertimbangkan rentang tarif antara 15% hingga 50% untuk negara-negara yang tidak menjalin kesepakatan.
Dalam konteks ini, posisi Indonesia dengan tarif 19% justru bisa dianggap relatif aman.
“Kalau masih dalam bentuk rentang, artinya belum ada kepastian negara-negara non-negosiator akan mendapat tarif lebih rendah dari Indonesia. Kita belum tahu siapa saja yang akan dikenakan tarif tinggi, tapi yang pasti, itu negara yang dianggap Trump sebagai ancaman,” kata Fithra.
Baca Juga: Melonjak, Inflasi Tahunan Indonesia Capai 2,37% di Juli 2025
Ia juga menilai posisi Indonesia saat ini tergolong cukup ideal. Dibandingkan negara lain seperti Inggris, misalnya, beban tarif Indonesia terhadap produk AS masih dalam batas yang dianggap wajar secara prinsip resiprokal.
Selanjutnya: Resmi! Chelsea Rekrut Wonderkid Crystal Palace Jesse Derry
Menarik Dibaca: Promo HokBen Friday Deals Tiap Jumat, Paket Makan Berdua Cuma Rp 29.000-an Per Orang
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News