Reporter: Fauzan Zahid Abiduloh | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah akan membatasi transaksi yang bisa dilakukan dengan menggunakan uang tunai. Dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pembatasan Transaksi Uang Kartal (PTUK) yang tengah dituntaskan antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), maksimal transaksi yang diperbolehkan menggunakan uang tunai adalah sebesar Rp 100 juta.
Itu berarti, masyarakat yang ingin membeli barang atau jasa dengan nilai di atas Rp 100 juta, wajib menggunakan metode pembayaran non tunai. Beleid ini dibuat dengan pertimbangan untuk menghindari penggunaan uang tunai dalam tindak pidana pencucian uang dan korupsi.
Bagi mereka yang melanggar, sanksi tegas mengancam. Pertama, sanksi administratif berupa denda. Kedua, sanksi perdata berupa pembatalan keabsahan transaksi yang dilakukan, secara hukum.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Erwin Rijanto mengatakan, ketentuan batas maksimal Rp 100 juta bukan hanya untuk satu kali transaksi, melainkan bersifat akumulatif beberapa transaksi. "Jika Anda melakukan beberapa kali transaksi tunai dengan total akumulasinya di atas Rp 100 juta, Anda juga terkena sanksi denda dan transaksi batal demi hukum," jelasnya, Selasa (17/4).
Agar penerapannya tidak menimbulkan masalah, Erwin bilang, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Kementerian Hukum dan HAM. Dikhawatirkan masalah akan terjadi pada masyarakat pedesaan yang belum terbiasa dengan transaksi non tunai.
Untuk itu dalam draf RUU PTUK, dicantumkan sejumlah pengecualian terkait batas maksimal transaksi tunai ini, yakni untuk pembayaran gaji dan pajak, serta untuk wilayah belum ada Penyedia Jasa Keuangan (PJK).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menilai, batas maksimal transaksi tunai Rp 100 juta masih terlalu tinggi dan tak akan efektif dalam sudut pandang pemberantasan korupsi. Pasalnya, di sejumlah daerah banyak penyuapan dilakukan di bawah Rp 100 juta. "KPK usul agar batas maksimal diturunkan menjadi Rp 25 juta," ujar Agus.
Namun Ketua Tim Penyusun RUU PTUK yang juga mantan Kepala PPATK Yunus Husein bilang, batas maksimal transaksi tunai sebesar Rp 100 juta sudah melalui pertimbangan matang serta membandingkan dengan negara lain. "Penurunan batas maksimal transaksi tunai tidak menjamin berdampak signifikan mengurangi tingkat korupsi dan penyuapan," ujarnya.
Zaenur Rohman, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) menilai, penurunan batas transaksi tunai dapat meminimalisir tindak pidana penyuapan, korupsi, pencucian uang, dan pendanaan terorisme. "Namun, perlu melihat efeknya ke aspek bisnis dan ekonomi," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News