kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45927,64   6,18   0.67%
  • EMAS1.325.000 -1,34%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Titik balik bisnis Lippo Group


Selasa, 27 September 2016 / 14:10 WIB
Titik balik bisnis Lippo Group


Reporter: Handoyo, Herlina KD | Editor: Rizki Caturini

Bermula dari sebuah bisnis perdagangan dan perbankan sekitar tahun 1950-an, kini kepakan sayap bisnis Lippo Group terus berkembang di semua lini.
Didirikan oleh Mochtar Riady, Lippo Group tumbuh menjadi salah satu konglomerasi bisnis terbesar di Indonesia. Berdasarkan laporan Forbes pada tahun 2016, jumlah kekayaan Mochtar Riady mencapai US$ 2,1 miliar yang berasal dari bisnisnya di Lippo Group. 

Dengan kekayaan sebesar itu, pria kelahiran Malang 12 Mei 1929 itu didapuk menjadi orang terkaya nomor enam di Indonesia dan nomor 854 di dunia, masih versi Forbes. Saat lahir, oleh orangtuanya, Mochtar diberi nama Lie Moe Tie. Sekitar tahun 1954, Mochtar yang sebelumnya memulai bisnis perdagangan sepeda dan toko kelontong di Jember dan Malang memutuskan untuk mencoba peruntungan ke Jakarta. Di Ibukota, Mochtar awalnya berbisnis usaha angkutan laut dari Pelabuhan Pasar Ikan ke Tembilahan dan Rengat.

Dari sinilah, cerita kerajaan bisnis Lippo Grup dimulai hingga kini memiliki puluhan bahkan ratusan anak usaha di berbagai bidang. Cita-citanya yang kuat untuk menjadi seorang bankir sejak kecil membuat Mochtar akhirnya meniti karier di bidang ini. Sepak terjang Mochtar di bisnis berbankan bermula saat ia bekerja di Bank Kemakmuran pada tahun 1960 dan kemudian bergabung ke Bank Buana sekitar tahun 1963.

Karier Mochtar melaju pesat di bidang perbankan. Tak heran bila Mochtar dijuluki bankir bertangan dingin. Salah satu bank yang besar berkat tangan dinginnya adalah BCA, milik konglomerat Liem Sioe Long. Lama mengabdi pada beberapa perusahaan, Mochtar memutuskan untuk membesarkan Lippobank.

Ada peluang dalam krisis 

Dimana ada krisis, di situlah ada peluang. Keyakinan inilah yang dipegang teguh oleh pendiri Lippo Group Mochtar Riady. Karena keyakinan inilah, saat krisis melanda Indonesia tahun 1997- 1998 Lippo Group berhasil menyelamatkan bisnisnya. 

Pada awal tahun 1995, ekonomi Indonesia mulai bergejolak sebagai imbas krisis keuangan di Asia. Kala itu, mulai banyak kredit macet. Beruntung, kala itu Lippobank menjadi satu-satunya bank yang tak mengambil bantuan BLBI. "Strategi Lippo kala itu adalah perampingan. Jadi melepas aset untuk mempertahankan bisnis yang masih bisa dikembangkan dan dipertahankan," ujar Presiden Direktur Lippo Group Theo L.Sambuaga.

Pada saat krisis, aset perusahaan yang dipertahankan beberapa diantaranya adalah sektor properti dan ritel. Beruntung, saat kredit macet mulai terjadi, Lippo mengambil alih aset lahan  milik debiturnya sebagai jaminan atas kredit macet. Lokasinya, satu di Cikarang dan satu di Karawaci, Tangerang. 

Tak disangka, dari lahan inilah yang menjadi titik balik bisnis Lippo Group hingga hari ini. Lahan yang dulu tandus dan gersang kini disulap menjadi area properti dan kota terpadu di bawah bendera PT Lippo Cikarang Tbk dan Lippo Karawaci Tbk. Bisnis properti ini kemudian didukung oleh bisnis di sektor retail, mulai dari Hypermart, Matahari Mall, Lippo Mall, di bisnis media, teknlogi informasi lewat Berita Satu Holding dan First Media, serta bisnis hiburan lewat  jaringan Cinemaxx. 

Di luar itu, Lippo juga mengembangkan bisnis, pendidikan lewat Yayasan Pelita Harapan dan Dian Harapan serta fasilitas kesehatan lewat PT Siloam International Hospitals Tbk. "Bisnis Lippo itu dasarnya adalah services," ungkap Theo.

Menurut Theo, saat krisis tahun 2008, Lippo sudah lebih kuat menghadapinya. Saat krisis tahun 2008, Lippo mengambil kebijakan untuk menghentikan sejenak pembangunan properti dan menjual aset yang tidak menguntungkan. Sekitar lima tahun pasca krisis, bisnis ini kembali hidup. Bahkan, nilai asetnya menjadi berlipat-lipat.  

Mewariskan bisnis sesuai talenta

Dalam bisnis keluarga, regenerasi pengelolaan usaha ke calon penerus menjadi sangat penting. Filosofi seekor burung garuda yang melatih anaknya terbang melayang menjadi inspirasi Mochtar Riady melatih anak-anaknya untuk meneruskan bisnis Lippo Group.

Karenanya, sejak tahun 1991, Mochtar mulai menyerahkan bisnisnya pada putra-putranya. Untuk bisnis di Indonesia, Mochtar menyerahkan ke salah satu putranya, James Riady. 

Tak heran bila kegiatan bisnis Lippo di Indonesia tak bisa lepas dari peran James Riady. Menurut Presiden Direktur Lippo Group Theo L. Sambuaga, sejak tahun 1990-an, James sudah memimpin Bank Lippo. Setelah itu, "Pada 1994 saat Lippo mulai merintis bisnis properti, James juga langsung turun tangan. Intinya bapak dan anak," ungkapnya. Sedangkan Stephen Riady, abang James, lebih banyak mengurus perusahaan Lippo di luar negeri. 

Kini regenerasi bisnis di Lippo Group sudah sampai ke generasi ketiga. Meski menuntun anak cucu untuk melanjutkan tongkat estafet bisnis keluarga, "Pak Mochtar tetap mendidik anak dan cucunya untuk menguasai bisnis sesuai dengan bakat dan talentanya," kata Theo. 

John Riady, misalnya. Putra James Riady ini memiliki talenta di dunia pendidikan. Karenanya, selepas lulus dari Universitas Chicago, John memilih untuk mengembangkan bisnis Lippo di bidang pendidikan, yakni Universitas Pelita Harapan.

Henry Riady, anak kedua James, memiliki minat di bidang media. Karenanya, ia didapuk mengelola Berita Satu Media Holding. Putri James Riady lainnya, yakni Caroline Riady, kini mengurus bisnis Lippo di bidang kesehatan dan menjabat sebagai managing director operations, productivity & effectiveness Siloam Hospitals. Sementara itu, Brian Riady, putra Stephen Riady, kini memimpin jaringan usaha Lippo di bidang hiburan, yakni Cinemaxx.
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×