kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Tiga skenario menuju negara berpendapatan menengah


Kamis, 26 Desember 2013 / 14:16 WIB
Tiga skenario menuju negara berpendapatan menengah
ILUSTRASI. Fasilitas produksi PT Bukaka Teknik Utama Tbk (BUKK). Bidik Pertumbuhan Ekonomi 5,2% pada 2022, Begini Strategi Pemerintah.


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Pemerintah telah merampungkan keperluan investasi infrastruktur dalam Rancangan Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas yang membuat rancangan tersebut memperkirakan kebutuhan investasi dalam RPJMN periode ketiga ini mencapai Rp 6.541 triliun.

Kebutuhan infrastruktur ini adalah skenario penuh untuk mencapai standar internasional pada tahun 2020 mendatang untuk menjadi negara berpendapatan menengah.

Karena itu, infrastruktur dasar seperti jalan, air minum, sanitasi, dan listrik harus terpenuhi 100% dalam periode ini.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Bappenas Dedy Supriadi Priyatna mengatakan pembuatan RPJMN 2015-2019 ini bukan dilihat berdasarkan kemampuan pemerintah Indonesia sendiri, namun berdasarkan kebutuhan.

Tema besarnya adalah untuk meningkatkan daya saing sehingga mampu menjadi negara berpendapatan menengah pada 2020 nanti.

Dedy menjelaskan, ada tiga skenario yang dibuat Bappenas. Pertama, skenario penuh 100% dengan nilai investasi RP 6.541 trilun.

Kedua, skenario parsial 75% untuk mencapai 75% standar internasional pada tahun 2020 dan 100% standar pada tahun 2025. Nilai investasi infrastrukturnya sebesar Rp 4.781 triliun.

Ketiga, skenario dasar 50% untuk mencapai 50% standar internasional pada tahun 2020 dan 100% standar pada tahun 2030. Nilai investasinya sebesar Rp 3.561 triliun.

Memang, untuk mencapai skenario penuh 100% tidaklah mudah. Berdasarkan perhitungan Bappenas, untuk pendanaannya pagu utang perlu dinaikkan hingga 31%, yang mana saat ini hanya 22,5%. Di samping itu, skema kerja sama pemerintah swasta (KPS)-nya pun harus di atas 20%.

"Pelaksanaannya pun memerlukan komitmen ekstra dan kepemimpinan yang kuat," ujar Dedy, Selasa (24/12). Nantinya, alokasi dana RPJMN ini akan diberikan kepada berbagai sektor transportasi, energi dan gas ataupun ketenagalistrikan.

Kuncinya: Pembangunan infrastruktur

Misalnya, untuk sektor jalan raya dengan skenario penuh akan membutuhkan dana Rp 1.274 triliun. Dana ini akan digunakan untuk pembenahan jalan nasional (4%) serta jalan daerah (21%), pelebaran jalan nasional (47%), meningkatkan jumlah jalan nasional sebesar 5.200 kilometer dan jalan daerah sebesar 214.000 kilometer.

Mengenai ketersedian dananya sendiri, Bappenas menghitung dengan skenario Rp 6.541 triliun, dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sebesar Rp 1.555 triliun.

Selebihnya didapatkan dari skema pembiayaan alternatif seperti Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sekitar 5% sebesar Rp 312 triliun, kerja sama pemerintah swasta porsinya 20% sekitar Rp 1.308 triliun, pinjaman serta obligasi dengan porsi 50% dengan nilai sekitar Rp 3.272 triliun. Terakhir, dengan porsi 1% yaitu off balance sheet dengan nilai sekitar RP 93 triliun.

"Kalau KPS bisa direalisasikan 40%-50% dari semua kebutuhan maka kita tidak perlu utang lagi," tandas Dedy.

Sebelumnya, Direktur Permukiman dan Perumahan Bappens Nugroho Tri Utomo menjelaskan, draft RPJMN ini pada pertengahan Januari tahun depan akan dilakukan konsultasi publik. Kemudian, pada pertengahan Februari draft RPJM tersebut sudah terselesaikan.

Draft inilah yang nantinya akan menjadi acuan Kementerian/Lembaga (K/L) dalam membuat rencana kerja strategis setiap tahunnya.

Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih berpendapat, kunci pemerintah Indonesia untuk masuk ke negara berpendapatan menengah adalah pembangunan infrastruktur.

Maka dari itu, pemerintahan selanjutnya yang terpilih nanti di 2014 hendaknya pemerintahan yang terus mendorong realisasi infrastruktur.

Lana menjelaskan, infrastruktur mempunyai multiplier effect yang besar seperti penyediaan lapangan kerja, pengurangan kemiskinan, hingga alasan investor masuk.

"China bisa tumbuh di atas 10% kemarin karena bangun infrastruktur untuk Olimpiade Beijing," tukas Lana.

Menurut Ekonom Samuel Sekuritas ini, yang menjadi masalah bukanlah soal pembiayaan karena masalah dana bisa dicari.

Yang justru menjadi masalah adalah bagaimana implementasi di lapangan terutama soal pembebasan lahan. Sehingga setidaknya dari skenario 100% dalam RPJMN mendatang, 80%-nya bisa tercapai.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Practical Business Acumen Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×