Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah BUMN tengah menjadi sorotan publik. Bukan karena prestasi, melainkan karena tersandung kasus dugaan korupsi.
Terbaru, KPK tengah mengusut dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Telkom grup. Perkiraan awal KPK, dugaan korupsi itu menimbulkan kerugian negara hingga ratusan miliar.
Selain itu, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan indikasi kerugian negara senilai Rp 371 miliar pada PT Indofarma dan anak perusahaannya. Kerugian tersebut diduga karena penyimpangan atau fraud dalam pengelolaan keuangan. Laporan itu telah diserahkan BPK ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti.
Baca Juga: Waskita Karya Rombak Susunan Komisaris dan Direksi
Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, setiap lembaga terutama yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi memiliki potensi kecenderungan terjadinya korupsi.
Menurutnya, mudah untuk memonitor kinerja BUMN karena perusahaan publik. Misalnya dalam bisnis ada ukuran standard mutu barang. Demikian juga ada standard harga yang berkaitan dengan mutu barang.
Karena itu menjadi tidak terlalu sulit untuk memonitor ada tidaknya korupsi atau penyimpangan anggaran dalam kegiatan-kegiatan BUMN.
"Telkom dan Indofarma, keduanya badan usaha yang berkaitan dengan jasa dan barang, keduanya ada standard mutu dan harga," ujar Fickar kepada Kontan, Kamis (23/5).
Fickar berpendapat, tidak terlalu sulit bagi KPK jika ingin mengusut korupsi di BUMN atau badan-badan usaha lain (seperti BLU) milik negara. Ia juga menyebut, salah satu modus korupsi karena dipacu oleh target opini wajar tanpa pengecualian (WTP) perusahaan atau instansi, sehingga diperas atau menyuap akuntan/auditor.
"Tinggal mencari jalan masuknya saja yang biasanya dimulai dari audit BPKP/BPK," ucap Fickar.
Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara menyoroti tantangan utama dari perusahaan Indofarma adalah kombinasi merosotnya penjualan dan fraud.
Penjualan bersih anjlok 50,7% YoY di kuartal ke III 2023 lebih dalam dibanding anjloknya pertumbuhan sektor farmasi secara nasional pasca pandemi.
Meski ada kaitan dengan beban saat Covid-19, tapi yang lebih krusial adalah koordinasi antar BUMN di holding yang sama belum efektif.
Ada kesalahan manajemen dan ini tanggung jawab induk usaha holding Biofarma karena lengah dalam melakukan supervisi ke anak usahanya.
Baca Juga: Indofarma Benarkan BPK Sudah Serahkan Masalah Fraud ke Kejagung
Ini tentu sangat disayangkan karena tujuan holding farmasi agar ada koordinasi dan kolaborasi sesama BUMN farmasi. Namun ternyata tetap pada kinerja tiap entitas perusahaan, seolah jalan sendiri-sendiri.
Masalah fraud sampai pengajuan ke PKPU juga menjadi tanda bahwa kehadiran induk holding belum mampu membantu Indofarma dari sisi kesiapan likuiditas.
"Restrukturisasi perlu dijadikan jalan utama agar BUMN dengan kinerja manajerial yang kurang baik perlu dilakukan perombakan dan perampingan," ujar Bhima.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News