kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.859   80,00   0,50%
  • IDX 7.150   -11,12   -0,16%
  • KOMPAS100 1.093   -1,00   -0,09%
  • LQ45 868   -3,93   -0,45%
  • ISSI 217   0,69   0,32%
  • IDX30 444   -2,38   -0,53%
  • IDXHIDIV20 535   -4,64   -0,86%
  • IDX80 125   -0,09   -0,07%
  • IDXV30 134   -1,36   -1,00%
  • IDXQ30 148   -1,16   -0,78%

Terapkan Pajak Minimum Global, Indonesia Bisa Untung Hingga Rp 8,8 Triliun


Selasa, 24 September 2024 / 13:40 WIB
Terapkan Pajak Minimum Global, Indonesia Bisa Untung Hingga Rp 8,8 Triliun
ILUSTRASI. Pergerakan Rupiah: Petugas menghitung mata uang Rupiah di Pooling Cash Bank Mandiri, Kamis (15/8/2024). Thomas Djiwandono sebut Indonesia bisa dapatkan penerimaan pajak yang signifikan apabila menerapkan pajak minimum global.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Tri Sulistiowati

KONTAN.CO.ID-JAKARTA Wakil Menteri Keuangan II  Thomas Djiwandono menyebut bahwa Indonesia bisa mendapatkan penerimaan pajak yang signifikan apabila menerapkan pajak minimum global.

Berdasarkan hitungannya, Indonesia bisa mendapatkan penerimaan pajak sekitar Rp 3,8 tTiliun hingga Rp 8,8 Triliun dari implementasi pajak minimum global tersebut.

"Berdasarkan analisis dampak ke Indoneisa, penerapan pajak minimum global ini akan menghasilkan penerimaan pajak sekitar Rp 3,8 Triliun hingga Rp 8,8 Triliun, terutama melalui pajak tambahan minimum domestik yang memenuhi syarat,"  ujar Thomas dalam International Tax Forum 2024, Selasa (24/9).

Menurutnya, reformasi tersebut dirancang untuk mengatasi tantangan yang ditimbulkan oleh globalisasi dan digitalisasi, sekaligus memastikan daya tarik sebagai tujuan investasi.

"Langkah baru ini memerlukan reformasi menyeluruh dalam kebijakan domestik agar selaras dengan standar global dan mempertahankan daya saing," katanya.

Baca Juga: Kemenkeu Beberkan Pentingnya Penerapan Solusi Dua Pilar Perpajakan Global

Untuk itu, pemerintah Indonesia harus mengkalibrasi ulang sistem pajak untuk menyeimbangkan upaya menarik investasi asing dengan memastikan keadilan pajak. Dalam hal ini, pada tanggal 19 September 2024, Indonesia bersama dengan beberapa negara/yurisdiksi lainnya telah melakukan penandatanganan Multilateral Instrument (MLI) STTR. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa negara-negara di dunia menilai pentingnya solusi Pilar Dua.

"Dengan menyelaraskan peraturan pajak dengan standar global, Indonesia ingin tetap menjadi tujuan yang menarik bagi investasi asing, sekaligus mencegah erosi basis pajak dan pengalihan laba," imbuh Tommy.

Dirinya menambahkan, pemutakhiran sistem pajak juga akan berdampak pada pengumpulan pendapatan domestik guna memastikan perusahaan multinasional memberikan kontribusi pajak yang lebih adil.

"Hal ini akan meningkatkan keuangan yang penting untuk mendanai layanan publik, pembangunan infrastruktur dan fungsi penting pemerintah lainnya," pungkasnya.

Untuk diketahui, dalam Pilar Dua: Global Anti Base Eresion (GloBE) tersebut mensyaratkan penerapan pajak penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15%. Pajak minimum tersebut akan diterapkan pada perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas EUR 750.

Apabila tarif efektif yang ditanggung perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi berhak mengenakan to-up tax atas laba yang kurang dipajaki. Top-up tax dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Baca Juga: Thomas Djiwandono Ungkap Konsekuensi Jika Indonesia Tak Terapkan Pilar 2 Pajak Global

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×