kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Kemenkeu Akui Insentif Pajak Kurang Efektif Saat Pajak Minimum Global Berlaku


Selasa, 24 September 2024 / 10:48 WIB
Kemenkeu Akui Insentif Pajak Kurang Efektif Saat Pajak Minimum Global Berlaku
ILUSTRASI. negara-negara berkembang termasuk Indonesia cenderung bergantung pada insentif pajak untuk menarik investasi asing atau FDI


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui pemberian insentif pajak tidak akan efektif pada saat pajak minimum global (global minimum tax) berlaku di Indonesia.

Kepala BKF Kemenkeu, Febrio Nathan Kacaribu mengatakan bahwa negara-negara berkembang termasuk Indonesia cenderung sangat bergantung pada insentif pajak untuk menarik investasi asing atau FDI (Foreign Direct Investment).

Tak heran, banyak negara-negara berkembang yang merasa adanya kekhawatiran tentang dampak penerapan pajak minimum global terhadap investasi asing.

"Mungkin ada kekhawatiran tentang dampak Pilar Dua pada FDI, karena banyak dari negara-negara ini telah bergantung pada pembebasan pajak dan sebagainya. Karena pemberian insentif pajak saat ini akan kurang efektif karena penerapan pajak minimum global. Jadi itulah persepsinya dan itulah yang ingin kami atasi," ujar Febrio dalam acara International Tax Forum, Selasa (24/9).

Baca Juga: Perpanjangan Tax Holiday Masih Dikaji, Kemenperin Usul Insentif Dalam Bentuk Ini

Untuk diketahui, dalam Pilar Dua: Global Anti Base Eresion (GloBE) tersebut mensyaratkan penerapan pajak penghasilan (PPh) korporasi dengan tarif minimum sebesar 15%. Pajak minimum tersebut akan diterapkan pada perusahaan multinasional dengan penerimaan di atas EUR 750.

Apabila tarif efektif yang ditanggung perusahaan multinasional pada suatu yurisdiksi tidak mencapai 15%, yurisdiksi tempat ultimate parent entity (UPE) berlokasi berhak mengenakan to-up tax atas laba yang kurang dipajaki. Top-up tax dikenakan berdasarkan income inclusion rule (IIR).

Febrio menambahkan, penerapan Pilar Dua tidak diharapkan akan mengalihkan persaingan dari pembebasan pajak ke insentif berbasis pajak.

"Kondisi ini dapat menempatkan negara-negara berkembang dalam posisi yang sangat sulit, mengingat sebagian besar negara berkembang memiliki kapasitas fiskal yang jelas terbatas," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×