kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.904   26,00   0,16%
  • IDX 7.196   54,93   0,77%
  • KOMPAS100 1.105   9,88   0,90%
  • LQ45 877   10,49   1,21%
  • ISSI 221   0,86   0,39%
  • IDX30 448   5,71   1,29%
  • IDXHIDIV20 539   5,02   0,94%
  • IDX80 127   1,32   1,05%
  • IDXV30 134   0,42   0,31%
  • IDXQ30 149   1,50   1,02%

Thomas Djiwandono Ungkap Konsekuensi Jika Indonesia Tak Terapkan Pilar 2 Pajak Global


Selasa, 24 September 2024 / 12:57 WIB
Thomas Djiwandono Ungkap Konsekuensi Jika Indonesia Tak Terapkan Pilar 2 Pajak Global
ILUSTRASI. Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono menilai pentingnya Indonesia harus menerapkan pilar 2 pajak global


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengakui sistem perpajakan global saat ini menghadapi dua tantangan utama, yaitu digitalisasi ekonomi dan persaingan tarif pajak yang cukup agresif.

Pesatnya perkembangan teknologi digital memudahkan perusahaan multinasional beroperasi secara lintas negara dan memungkinkan mereka mendapatkan penghasilan yang signifikan tanpa harus hadir secara fisik di negara pasar.

Selain digitalisasi ekonomi, tantangan perpajakan internasional juga terjadi dengan adanya kompetisi tarif pajak yang kemudian mendorong terjadinya praktik Base Erosion and Profit Shifting (BEPS). 

Untuk mengatasi hal tersebut, negara-negara yang tergabung dalam Inclusive Framework (IF) on BEPS menyepakati solusi Pilar Dua, yang terdiri dari ketentuan Pajak Minimum Global dan Subject to Tax Rules (STTR).

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengungkapkan beberapa konsekuensi apabila Indonesia tidak menerapkan Pilar Dua Perpajakan Global. Salah satunya adalah potensi penerimaan pajak yang bisa hilang dan diambil oleh negara lain.

Baca Juga: Antisipasi Dampak Pajak Minimum Global, Kemenkeu Bakal Redesein Insentif Pajak Baru

Oleh karena itu, menurutnya, Pilar Dua bukan lagi merupakan pilihan bagi Indonesia, namun harus diterapkan oleh Indonesia.

"Penerapan Pilar Dua bukan lagi merupakan pilihan bagi Indonesia. Bila Indonesia tidak menerapkan Pilar Dua, maka potensi pajak akan diambil negara lain. Ini sama saja mensubsidi negara lain," ujar Thomas dalam International Tax Forum 2024, Selasa (24/9).

Dengan begitu, Thomas menyebut, penyelarasan kebijakan pajak domestik dengan kerangka kerja perpajakan internasional sangat berperan dalam menciptakan iklim bisnis serta investasi yang lebih adil dan transparan dalam kerja sama ekonomi global. 

"Iklim investasi yang baik serta fiskal yang sehat tentunya berperan penting penting dalam mendukung agenda pembangunan nasional yang berkelanjutan," katanya. 

Untuk diketahui, pajak minimum global telah diterapkan di lebih dari 40 negara di dunia, seperti: Vietnam, Australia, Jepang. Korea, Uni Eropa, dan beberapa negara lainnya.  Indonesia juga berencana menerapkan ketentuan Pajak Minimum Global dalam ketentuan domestik.

Sementara itu, terkait STTR, pada tanggal 19 September 2024, Indonesia bersama dengan beberapa negara/yurisdiksi lainnya telah melakukan penandatanganan Multilateral Instrument (MLI) STTR. Hal tersebut memberikan sinyal bahwa negara-negara di dunia menilai pentingnya solusi Pilar Dua.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×