Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketegangan Amerika Serikat dan Iran meningkat setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan pembunuhan komandan militer Iran Qassem Soleimani pada Jumat (3/1) waktu setempat.
Menurut Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira, meningkatknya tensi antara AS dan Iran ini tentu saja akan berimbas pada kondisi perekonomian dunia, khususnya Indonesia.
Bhima memprediksi bahwa dengan berlanjutnya ketegangan antara dua negara tersebut, akan mengancam posisi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun ini.
Baca Juga: Timur Tengah memanas, Jepang siap mengirimkan pasukan
Menurutnya, ada kemungkinan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa tertahan dan tidak akan bisa mencapai 5% atau bahkan di bawah 4,8%.
Hal ini disebabkan oleh, pertama, harga minyak mentah dunia yang meroket akibat ketegangan ini. Bahkan, pada penutupan Jumat lalu, harga minyak acuan Brent melonjak 3,6% ke level US$ 68,60 per barel.
Ini akan memberi dampak pada harga minyak di Indonesia, apalagi dengan kondisi asumsi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian crude price (ICP) yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 ada di level US$ 63 per barel.
"Tentu dampak dari kenaikan harga minyak tersebut akan terasa pada beban subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan tarif listrik," jelas Bhima pada Kontan.co.id, Senin (6/1) di Jakarta.
Baca Juga: Sosok Soleimani: Veteran perang Iran–Irak yang sangat ditakuti Amerika
Dampak selanjutnya Bhima lihat akan terjadi pada harga BBM, terutama BBM non-subsidi jenis Pertamax, Pertalite, maupun Dex.
Harga BBM jenis tersebut terancam akan mengalami penyesuaian dan ini tentu saja akan berujung pada inflasi yang bisa lebih tinggi dibandingkan pada tahun 2019.
Dampak dari kenaikan harga kebutuhan pokok yang naik ini diprediksi akan berujung pada daya beli yang tertekan sehingga konsumsi terancam berkurang, dan ujungnya bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi.
Selain itu, dampak lain juga akan dirasakan pada pasar keuangan. Di pasar keuangan, ini bisa berujung pada volatilitas yang membuat investor akan semakin takut berinvestasi ke pasar negara berkembang.
Baca Juga: Harga minyak semakin memanas, dipicu ancaman AS yang akan menjatuhkan sanksi ke Irak
Dalam menghadapi kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi, Bhima pun melihat bahwa pemerintah memiliki tugas besar untuk mengatasinya.
Ia pun mengimbau agar pemerintah terus memastikan daya beli masyarakat terjaga dengan mendorong stimulus fiskal, khususnya kepada masyarakat rentan miskin dan miskin.
Selain itu, Bhima juga berharap agar Pemerintah bisa mempercepat implementasi teknis program biodiesel 30% atau B30 dan mempercepat pembangunan kilang minyak untuk bisa menekan ketergantungan impor BBM.
Untuk langkah lebih lanjut, Pemerintah juga dirasa perlu untuk menetapkan APBN perubahan atau APBN-P 2020 agar asumsi makro yang telah ditetapkan, khususnya harga minyak bisa disesuaikan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News