Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Noverius Laoli
Menurut Rizal, dampak kenaikan PTKP terhadap konsumsi dinilai lebih terarah dan memiliki efek pengganda (multiplier) yang lebih besar.
Sebaliknya, penurunan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) cenderung menyebar dan berisiko lebih banyak dinikmati kelompok berpendapatan atas, sehingga efisiensi fiskalnya lebih rendah.
Meski demikian, Rizal menekankan bahwa kebijakan kenaikan PTKP perlu dilengkapi dengan bantuan sosial (bansos) yang lebih presisi serta kebijakan pasar kerja yang mendorong penciptaan lapangan kerja.
Dengan demikian, dorongan konsumsi tidak hanya bersifat sementara, tetapi ditopang oleh perbaikan pendapatan dan meningkatnya rasa aman rumah tangga.
Baca Juga: Setoran Pajak Karyawan Menurun, Imbas Gelombang PHK di 2025?
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengakui pelemahan konsumsi hingga terjadinya lonjakan PHK, tidak terlepas dari perlambatan ekonomi yang berdampak pada melemahnya permintaan.
“PHK terjadi ketika demand-nya lemah sekali. Itu terjadi 10 bulan awal, sembilan bulan pertama tahun lalu. Tahun ini 10 bulan pertama ekonomi juga slow,” ujar Purbaya belum lama ini, Selasa (23/12/2025).
Meski demikian, Purbaya optimistis kondisi ekonomi pada 2026 akan membaik seiring dengan kebijakan fiskal dan moneter yang lebih selaras.
Selanjutnya: Strategi Mandom Indonesia (TCID) Jaga Pertumbuhan Kinerja hingga Tahun 2026
Menarik Dibaca: 578.108 Pelanggan Gunakan Layanan Kereta Api di Bandung Selama Nataru
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













