Reporter: Aprillia Ika |
JAKARTA. Mantan Pimpinan Proyek Pengembangan dan Pemagangan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) Tazwin Zein tidak mau sendirian menghadapi persidangan. Dalam sidang pemeriksaannya di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) di Jakarta (20/11) Tazwin dengan lantang menyebut sejumlah nama yang ditengarai ikut terlibat.
Beberapa nama tersebut antara lain Sekretaris Ditjen Pembinaan dan Penetapan Tenaga Kerja Dalam Negeri Bachrun Effendi, Sekjen Depnakertrans Cheppy Alloy, menantu mantan Menakertrans Fahmi Idris, Poempida Hidayatullah dan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Bagindo Aquino.
Lebih lanjut Tazwin bercerita di depan majelis hakim yang dipimpin Krisna Menon. Bahwa pada tahun 2004, dirinya menjabat sebagai Kabag Hukum dan Kerjasama Luar Negeri Sekretariat Ditjen Pembinaan dan Penetapan Tenaga Kerja Dalam Negeri, berada di bawah pimpinan langsung Bachrun Effendi.
Tak lama kemudian, Tazwin ditunjuk menjadi pempimpin proyek pengembangan sistem pelatihan dan inovasi yang menggunakan ABT DIP (APBN Perubahan), juga sebagai Bendahara dalam daftar isian kegiatan suplemen (ABT DIKS).
Menurut Tazwin, terdapat perbedaan diantara kedua anggaran tersebut. "ABT DIP peralatannya untuk pencari kerja yang belum memiliki ketrampilan. Sementara ABT DIKS untuk level menengah keatas," tandas Tazwin.
Perbedaan dua sumber anggaran tersebut menurut Tazwin berdasar pada program 100 hari menteri yang dipertanggungjawabkan ke presiden. "Kedua anggaran itu mulai diberlakukan bulan Oktober 2004 ketika terjadi pergantian pemerintahan," tutur Tazwin.
Atas dasar itu, Bachrun kemudian berwenang menentukan perusahaan siapa yang akan melaksanakan proyek. Dalam hal ini Bachrun dibantu Dirjen Binap Depdagri. "Adapun saya hanya melaksanakan dari sisi administrasi," lanjut Tazwin.
Untuk melaksanakan proyek tersebut, Tazwin mengaku selalu minta arahan dan selalu berkoordinasi dengan Bachrun. Termasuk dalam hal menentukan perusahaan mana yang akan melaksanakan proyek.
"Metode yang dilakukan adalah penunjukan langsung. Nilai proyek DIP Rp 15 miliar, DIKS Rp 35 miliar," lanjut Tazwin.
Penunjukan langsung dan besaran nilai proyek didapat Tazwin melalui arahan Cheppy Alloy. "Saat semua pimpro mendampingi eselon 1, Sekjen mulai mengarahkan. Terjadinya bulan November 2004 ketika Pak Fahmi baru menjabat," aku Tazwin.
Setelah dapat perintah dari Kepala Biro Keuangan Maruli Sitorus dan Bachrun. Tazwin lantas membuat nota dinas secara berjenjang untuk penunjukan langsung rekanan proyek tersebut.
Pencairan anggaran pun dilakukan Tazwin setelah barang proyek datang. Hal tersebut menurutnya sudah sesuai dengan kontrak. Sementara pembayaran pekerjaan tergantung dari progres report-nya. "Itu bisa berkali-kali," terang Tazwin.
Lantas untuk pencairan dana tersebut, Tazwin tahu jika Bachrun minta dana taktis dari DPR. Pasalnya, DPR-lah yang memperjuangkan agar Depnakertrans dapat ABT. Permintaan Bachrun ke DPR tersebut merupajan arahan dari Cheppy Alloy.
"Pak Bachrun perintahkan ke saya untuk meminta partisipasi dari perusahaan. Saya lanjutkan ke perusahaan bahwa ada kebutuhan 5% untuk ke DPR. Itu untuk jaga-jaga kalau ada pemeriksaan BPK, buat Irjen, dan buat dana-dana lainnya," lanjut Tazwin.
Akhirnya, total pengeluaran untuk DPR, Irjen dan dana kainnya tersebut ketika ditotal berjumlah Rp 2,170 miliar. "Menurut bendahara Pimpro, Monang, partisipasi dari rekanan datang dari PT Mulindo, PT Gita Vidya Hutama, dan Erry Fuad. Masing-masing perusahaan memberikan besaran yang berbeda. Ada perusahaan yang memberikan Rp 300 juta secara bertahap dalam 2 kali pembayaran," kata Tazwin.
Salah satu majelis hakim, Hendra Yospin menanyakan tentang pengadaan tujuh buah mobil bagi para petinggi Depnakertrans yang dibagi-bagikan oleh Tazwin. Pengadaan mobil tersebut tentusaja dengan menekan para rekanan.
"Pada saat pembicaraan kontrak memang tidak ada. Tetapi ketika Pak Bachrun bilang ada kebutuhan mobil yang harus disampaikan ke panitia pengadaan, ya saya sampaikan ke mereka untuk mengubah kontrak," lanjut Tazwin.
Ketika disinggung Yospin tentang rekening bersama, Tazwin mengakui bahwa sirinya menerima Rp 100 juta dari rekanan. Lantas bendaharanya, Monang, dapat Rp 50 juta. "Tapi, yang bersangkutan juga anggota tim pengadaan sebenarnya harusnya terima Rp 60 juta," ujar Tazwin mengomentari penerimaan bendaharanya.
Tazwin lantas menyebut sejumlah nama lainnya. Antara lain Ramli Patolay Amrinal (atasan Tazwin), menerima Rp 250 juta untuk pemeriksaan ABT DIP dan DIKS. Dan dapat Rp 10 juta untuk hadiah pernikahan.
Sementara itu, tim pemeriksa dari Depnakertrans antara lain tim Firman Tambunan mendapat Rp 50 juta. Kemudian Tim Suseno mendapat fasilitas perjalanan ke Balai-balai Latihan Kerja di daerah-daerah.
Kemudian Wahyu Widodo mendapat Rp 200 juta. Tazwin juga bilang bahwa tiap anggota tim pengadaan dapat Rp 50 juta, sementara ketuanya dapat Rp 100 juta.
Bachrun Effendi sendiri mendapat Rp 150 juta. Menantu Fahmi Idris, Poempida Hidayatullah mendapat Rp 150 juta melalui tangan Bachrun dan Tazwin. Lantas Bagindo Aquino, staff BPK mendapat Rp 650 juta. Rinciannya dari APBN Rp 400 juta dan dari BPKK Rp 250 juta.
"Saya serahkan uang ke Bagindo untuk mengamankan laporan keuangan, Bagindo sendiri yang minta," ujarnya.
Menanggapi pemeriksaan Tazwin yang banyak menyalahkan atasannya, Penuntut Umum tidak bergeming. Bahkan rencananya dalam waktu satu minggu mereka akan menyiapkan tuntutan. "Beri kami waktu satu minggu majelis hakim," ujar ketua penuntut umum Carolina S Girsang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News