Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perbedaan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2026 antara pemerintah dan Bank Indonesia mencerminkan pendekatan yang berbeda dalam membaca arah ekonomi ke depan.
Head of Center of Macroeconomics and Finance Indef M. Rizal Taufikurahman menilai target ambisius pemerintah harus dibarengi dengan reformasi struktural yang nyata agar tidak berujung pada overestimasi.
Kementerian Keuangan dan Bappenas masing-masing mematok proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada rentang 5,2%–5,8% dan 5,8%–6,3%. Menurut Rizal, angka tersebut mencerminkan keyakinan atas akselerasi program strategis nasional seperti hilirisasi, pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), serta penguatan daya beli melalui belanja sosial. Namun, ia mengingatkan bahwa pendekatan tersebut bersifat normatif dan terlalu optimistis.
Baca Juga: Ekonomi Global Turun, Harga Minyak Dunia Ikut Melemah
Namun, pendekatan ini cenderung optimistik secara normatif, belum sepenuhnya mempertimbangkan risiko eksternal seperti pelemahan ekonomi Tiongkok dan potensi tertahannya pemulihan global akibat fragmentasi geopolitik dan suku bunga global yang masih tinggi.
“Proyeksi itu cenderung optimistik, belum sepenuhnya mempertimbangkan risiko eksternal seperti pelemahan ekonomi Tiongkok dan potensi tertahannya pemulihan global akibat fragmentasi geopolitik dan suku bunga global yang masih tinggi,” ujar Rizal kepada Kontan, Senin (7/7).
Sebaliknya, proyeksi Bank Indonesia yang berada pada kisaran 4,7%–5,5% dinilai lebih konservatif, tetapi berdasarkan kalkulasi makro yang lebih berhati-hati. BI mempertimbangkan belum pulihnya permintaan domestik secara penuh serta ketidakpastian pasar tenaga kerja pasca pemilu.
Lebih lanjut, Rizal menekankan bahwa untuk mendekati target pertumbuhan di atas 5,5%, pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan stimulus jangka pendek seperti bansos atau insentif fiskal boros.
"Agenda reformasi ekonomi harus dipacu melalui penguatan kapasitas konsumsi rumah tangga secara berkelanjutan, bukan berbasis bansos sesaat," ungkap Rizal
Selain itu, investasi pun menurutnya tidak bisa terus-menerus didorong lewat insentif fiskal yang boros, melainkan perlu memastikan realisasi investasi berkualitas yang membangun ekosistem industri, mengisi celah teknologi, dan membuka nilai tambah di sektor-sektor non-tradisional seperti manufaktur teknologi menengah-tinggi, energi terbarukan, dan ekonomi digital berbasis UMKM.
Rizal juga menyoroti proyeksi Bank Dunia yang mematok pertumbuhan ekonomi Indonesia stagnan di kisaran 4,7% pada 2025 dan hanya naik tipis menjadi 5% pada 2027. Ia menilai hal itu sebagai sinyal bahwa reformasi struktural di Indonesia berjalan lambat.
"Isu-isu lama seperti produktivitas tenaga kerja yang stagnan, efisiensi sektor industri yang rendah, dan belum terintegrasinya rantai pasok domestik secara optimal masih membebani potensi pertumbuhan jangka menengah," ujarnya.
Menurutnya, jika pemerintah tetap mengejar pertumbuhan tinggi di atas 5% tanpa reformasi fundamental, maka risiko overestimasi akan semakin besar, terutama jika belanja fiskal terus menjadi tumpuan utama pertumbuhan tanpa disertai perbaikan efektivitas dan akuntabilitas.
Rizal merekomendasikan agar pemerintah menggunakan pendekatan yang lebih realistis dengan mengacu pada baseline proyeksi Bank Indonesia yang rata-rata berada di 5,02%.
“Ini menggabungkan kehati-hatian makro dengan ruang penyesuaian kebijakan. Fokus utama ke depan harus pada penguatan permintaan domestik, peningkatan produktivitas UMKM, penciptaan lapangan kerja di sektor bernilai tambah, serta peningkatan kualitas belanja publik khususnya belanja modal yang mendorong capital stock nasional,” tegasnya.
Ia mengingatkan bahwa tanpa arah kebijakan yang konsisten, disiplin fiskal yang terjaga, dan tata kelola investasi yang kredibel, maka narasi makroekonomi yang dibangun pemerintah hanya akan menyisakan deviasi dari kenyataan struktural di lapangan.
Baca Juga: Beda Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi 2026 Kemenkeu, Bappenas & BI, Mana yang Realistis?
Selanjutnya: Ekonomi Global Turun, Harga Minyak Dunia Ikut Melemah
Menarik Dibaca: KAI Layani 3,49 Juta Pelanggan Selama Libur Sekolah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News