Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Wakil Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Tantowi Yahya mengusulkan agar pemilih golput diatur dalam undang-undang sehingga bisa dijatuhi sanksi. Menurut Tantowi, sanksi terhadap kelompok golput perlu mulai dipikirkan lantaran ancaman golput di Indonesia cukup memprihatinkan.
"Sebenernya kita bisa memberlakukan undang-undang yang sama dengan di negara lain bahwa memilih sifatnya wajib. Kalau tidak, dia akan dikenakan sanksi tertentu," ujar Tantowi di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (13/2).
Anggota Komisi I DPR itu menjelaskan, kelompok golput ini mengancam legitimasi para pemenang pemilu nantinya. Jika suara golput lebih banyak daripada suara dari caleg terpilih, sebut Tantowi, bisa jadi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga parlemen akan semakin pudar.
Selain itu, Tantowi berpendapat suara golput yang tak terpakai ini bisa dimanfaatkan untuk kecurangan. "Suaranya bisa jadi akan dipergunakan oleh tangan-tangan nakal mengkonversi itu menjadi suara dari caleg-caleg tertentu," ucap Tantowi.
Meski mengusulkan perlunya kelompok golput diberikan sanksi, Tantowi menyadari Undang-undang nomor 8 tahun 2012 tentang Pemilu saat ini tidak bisa memanfaatkan hal tersebut. "Kita belum sampai ke sana saat ini karena masih membebaskan para pemilih untuk memilih," katanya.
Seperti diberitakan, hasil survei berbagai lembaga survei menunjukkan angka pemilih yang belum menentukan pilihan masih relatif tinggi. Seperti survei yang dirilis Pol-Tracking Institute pada Desember 2013 menunjukkan sebanyak 21% responden menyatakan tidak berminat berpartisipasi dalam Pemilu Legislatif 2014 nanti. Sebanyak 79% menyatakan berminat untuk memilih.
Namun, angka 79% ini tidak bisa dipastikan mereka akan benar-benar datang ke tempat pemungutan suara (TPS). Survei dilakukan dengan metode wawancara tatap muka menggunakan kuesioner. Jumlah sampel yang diambil yakni 2.010 warga di seluruh provinsi di Indonesia yang telah berusia 17 tahun dan bukan anggota TNI/Polri. (Sabrina Asril)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News