kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Tantangan Transisi Energi dan Kesenjangan Kurikulum Pendidikan


Selasa, 27 Agustus 2024 / 21:28 WIB
Tantangan Transisi Energi dan Kesenjangan Kurikulum Pendidikan
ILUSTRASI. Pengunjung melintas di depan bannner program studi salah satu stan universitas . ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/foc.


Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proses transisi energi membawa peluang besar sekaligus tantangan karena kesenjangan antara kebutuhan industri dan kurikulum pendidikan. 

Adi Nuryanto, Direktur Kemitraan dan Penyelarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mengatakan, dibutuhkan kolaborasi dengan industri menjadi sangat penting, mencakup program magang, penyusunan kurikulum bersama, pengajaran oleh praktisi industri, pembelajaran berbasis proyek, sertifikasi kompetensi, riset terapan, serta komitmen penyerapan tenaga kerja. 

Baca Juga: Mencari Bibit Unggul SDM, Daikin Kembali Buka Pusat Pelatihan di Sekolah Kejuruan

Menurut dia, pendidikan vokasi juga harus mendapat pembaruan dari dunia industri agar tetap relevan. Saat ini, pendidikan vokasi telah menunjukkan kemajuan yang signifikan dengan melibatkan 508 mahasiswa dan 3.031 SMK dalam program terkait energi terbarukan. 

"Namun, pendidikan vokasi masih memerlukan pendampingan dari Kementerian ESDM dan industri agar mahasiswa memiliki pengalaman praktik di industri dan  pemahaman mendalam tentang proses bisnis di industri energi terbarukan,” tegas Adi dikutip KONTAN dalam webinar Menakar Kesiapan SDM Indonesia dalam Proses Transisi Energi, Selasa (27/8/2024). 

Ahmad Khulaemi, Widyaiswara Ahli Madya, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjelaskan, pihaknya melakukan dua strategi peningkatan kualitas SDM, yaitu pelatihan dan sertifikasi. Misalnya saja pelatihan audit energi, yang mencakup bidang ketenagalistrikan, mekanik beserta bangunan.

Baca Juga: Tantangan Literasi Generasi Z

Pada tahun 2023, sekitar 189 orang auditor energi telah tersertifikasi. Selain itu, adanya program Patriot dan Gerilya, yang mengenalkan generasi muda terutama mahasiswa tingkat akhir, pada berbagai jenis energi terbarukan seperti energi surya, angin, dan air.

Saat ini terdapat empat program prioritas nasional Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (PPSDM KEBTKE) untuk tahun 2024 meliputi program diklat masyarakat untuk PLTS, PLTMH, Instalasi Pemanfaatan Tenaga Listrik (IPTL) dan konversi sepeda motor BBM menjadi motor listrik. 

"Tidak hanya itu, kami tengah menyusun rencana program pelatihan masyarakat pada tahun anggaran 2025 serta mengembangkan program diklat bagi industri serta sertifikasi kompetensi bagi tenaga kerja di sektor energi terbarukan,” ungkap Ahmad. 

Baca Juga: Pemerintah Dorong Pendidikan Vokasi Untuk Tingkatkan Daya Asing SDM

Direktur Eksekutif IESR Fabby Tumiwa menyoroti fenomena tingginya tingkat pengangguran terbuka yang didominasi oleh Gen Z (kelompok umur 15-24 tahun).

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran di kelompok umur Gen Z mencapai 3,5 juta jiwa dari total 7,2 juta pengangguran terbuka  per Februari 2024.

"Lapangan pekerjaan tercipta dari proses transisi energi akan membutuhkan sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi, mempunyai keahlian dan sertifikasi khusus," paparnya.

Untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja di era transisi energi, Fabby  bilang, peran lembaga pendidikan, seperti sekolah vokasi, sekolah tinggi, dan universitas, menjadi penting.

Sebagai contoh, SMK dengan jurusan otomotif kendaraan ringan dapat mulai beralih untuk mempelajari industri kendaraan listrik, dan sekolah vokasi dengan jurusan teknik bangunan dapat mempelajari konsep bangunan hijau (green building). 

"Dibutuhkan puluhan ribu teknisi terampil untuk memasang PLTS dengan standar yang tinggi dalam beberapa tahun mendatang. Pemerintah juga diharapkan dapat mendorong dan memfasilitasi  program studi baru yang berbasis pada kebutuhan-kebutuhan keahlian untuk mendukung transisi energi, yang saat ini masih sangat terbatas di Indonesia,” imbuh Fabby. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×