Reporter: Jane Aprilyani | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan bakal semakin sulit merealisasikan target pajak tahun ini sebesar Rp 1.072,30 triliun. Soalnya, selain terkena efek pelambatan ekonomi, DJP harus membayarkan tagihan kelebihan bayar (restitusi) pajak kepada pengusaha atau wajib pajak. Tahun ini, tagihan restitusi pajak mencapai Rp 80 triliun.
Tahun 2013, DJP hanya membayar restitusi pajak sebesar Rp 35 triliun. Lonjakan tagihan restitusi tahun ini merupakan imbas dari penundaan pengembalian kelebihan bayar pajak tahun lalu kepada para wajib pajak.
Biasanya, penundaan pembayaran restitusi menjadi strategi pemerintah agar penerimaan pajak pada tahun berjalan tetap tinggi. Penundaan tersebut sah-sah saja, karena secara aturan pembayaran restitusi baru berlangsung paling tidak setahun sesudah diajukan.
Sedangkan pada tahun ini, pemerintah tak bisa menunda lagi. "(Restitusi) tidak akan ditahan lagi, sudah jatuh tempo," kata Direktur Pemeriksaan dan Penagihan DJP, Dadang Suwarna, Rabu (10/12).
Dadang memastikan, kantor pajak segera membayarkan tagihan restitusi tersebut ke pihak terkait. Kantor pajak sudah memeriksa data-data pengajuan restitusi ini. "Pengembalian restitusi dilakukan setiap jatuh tempo, jadi kalau wajib pajak mengajukan Maret, awal Maret tahun depan akan dikembalikan," jelas Dadang.
Yustinus Prastowo, pakar perpajakan dari Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) sependapat, penyebab peningkatan restitusi pada tahun ini merupakan akumulasi atau penumpukan restitusi tahun-tahun sebelumnya yang ditangguhkan. "Seharusnya, restitusi tak perlu ditangguhkan lagi, karena hal itu adalah hak para wajib pajak," kata Prastowo.
Ke depan, DJP tak perlu menangguhkan pengembalian restitusi dengan alasan mempercantik kinerja penerimaan pajak. Prastowo menilai masih banyak cara untuk menggenjot penerimaan pajak.
Yakni menambah jumlah pegawai pajak. Selama ini, jumlah pegawai pajak sangat minim. Rasio pegawai pajak terhadap jumlah penduduk mencapai 1:8.000. Di Jepang 1:818 dan Australia 1:1.000.
Dengan penambahan pegawai pajak, DJP bisa memperluas sasaran pajak. Selain itu, kantor pajak juga bisa lebih intens mencermati data pajak, sehingga bisa meminimalisir praktik manipulasi pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News