Reporter: Nurtiandriyani Simamora | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID-JAKARTA. Kondisi neraca perdagangan Indonesia diperkirakan masih akan surplus, meski berpotensi melambat pada April 2025, seiring dengan harga komoditas ekspor yang turun, serta dinamika tarif perdagangan.
Sebelumnya pada Maret 2025, neraca perdagangan RI masih mampu surplus sebesar US$ 4,43 miliar. Angka ini meningkat US$ 1,23 miliar dibandingkan bulan Februari 2025. Dengan demikian, Indonesia telah mencatatkan surplus neraca perdagangan selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020.
Global Markets Economist at Maybank Indonesia Myrdal Gunarto menyebut, perlambatan tersebut kemungkinan membuat neraca perdagangan RI pada April turun menjadi US$ 1,3 miliar.
Baca Juga: Impor Melonjak, Defisit Perdagangan AS Melebar pada Maret 2025
"Kita lihat harga komoditas ekspor kita juga turun pada April. Seperti batubara, kelapa sawit kita lihat turun. Begitu pula juga dengan migas," terang Myrdal kepada Kontan, Selasa (13/5).
Meski begitu, dengan kondisi perang tarif China dan Amerika yang mulai mereda, diharapkan juga akan berdampak positif pada perkembangan neraca dagang RI ke depannya.
Sampai dengan saat ini Indonesia masih menunggu hasil negosiasi dagang yang telah dilakukan delegasi pemerintah pada bulan April lalu.
Myrdal berharap negosiasi dagang RI dengan Amerika juga membuahkan hasil yang diinginkan, sehingga tidak sampai kena tarif naik sampai 32%.
Di lain hal, dengan kondisi global saat ini, Myrdal memperkirakan pertumbuhan global masih bisa mendekati level 3% pada tahun 2025.
Baca Juga: Negosiasi Tarif Trump, Indonesia Seimbangkan Defisit Dagang AS Lebih US$ 19,5 Miliar
"Setidaknya pertumbuhan ekonomi global tidak anjlok sampai ke level 2,7% pada tahun ini, tapi diharapkan masih tumbuh mendekati level 3% pada tahun ini," pungkasnya.
Sementara itu Yanuar Rizky, Ekonom Bright Institute memperkirakan surplus neraca dagang RI mulai melambat, dengan turunnya harga komoditas.
"Tapi impor juga melambat karena turunnya daya beli dan juga melemahnya proses produksi (import bahan baku), jadi kemungkinan April masih surplus," ungkap Yanuar kepada Kontan.
Menurutnya melambatnya ekspor Indonesia diakibatkan turunnya harga komoditas akibat isu tarif resiprokal yang berimbas ke pelemahan nilai ekspor.
Penyebab lainnya adalah rantai pasok perdagangan China ke Amerika Serikat yang sebelumnya terganggu isu tarif, sehingga impor bahan baku untuk ekspor non komoditas oleh Indonesia pun terganggu.
"Pasca deal USA-China akan ada pemulihan dari sisi komoditas, tapi dari sisi proses produksi tetap akan melambat karena proses pemulihannya butuh waktu," ungkap Yanuar.
Selanjutnya: Menakar Arah Gerak Logam Mulia Usai Kesepakatan Tarif AS - China
Menarik Dibaca: 4 Rekomendasi Cysteamine Cream yang Ampuh dan Aman, Sudah Berizin BPOM
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News