Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah memperketat pengembalian pajak atau restitusi pajak kepada Wajib Pajak (WP). Langkah ini diambil lantaran realisasi restitusi yang tumbuh tahun lalu tidak sejalan dengan penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tumbuh melambat.
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kemenku mencatat restitusi pajak sepanjang tahun 2019 sebesar Rp 143,97 triliun. Angka tersebut tumbuh 18% dibanding tahun sebelumnya yakni Rp 118,05 triliun.
Baca Juga: Holding Period Berakhir, Dana Repatriasi Bebas Mencari Tempat Parkir
Bila dijabarkan, ada tiga alasan Ditjen Pajak memberikan restitusi kepada wajib pajak. Pertama, restitusi pajak dari pemeriksaan kantor pajak atau restitusi yang berjalan normal sebanyak Rp 87,97 triliun telah digelontorkan pada tahun lalu.
Kedua, percepatan restitusi untuk perusahaan dengan salah satu kriteria berorientasi ekspor senilai Rp 32 triliun.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan dalam enam sampai tujuh bulan pertama di tahun 2019 pemerintah merasa restitusi pajak semakin tebal.
Baca Juga: Impor turun, pajak impor diperkirakan melandai
Sehingga pada November-Desember 2019, Kemenkeu menekan pengembalian pajak WP karena dinilai tidak cukup memberikan imbal balik terhadap penerimaan negara. Padahal, insentif perpajakan ini bertujuan untuk memperbaiki cash flow perusahaan.
“Tahun lalu banyak perusahaan berterima kasih, bilang belum pernah dapat restitusi cepat mereka tidak perlu minta-minta lagi. Namun ketika melihat dalam enam bulan kenaikan sangat besar padahal belum satu tahun. Ini menimbulkan alarm, ada kemungkinan ini abuse. Sehingga kita rem bukan untuk ijon,” kata Sri Mulyani, Kamis (30/1).
Sri Mulyani menegaskan restitusi pajak yang diperlambat bukan semata-mata untuk menekan pengusaha. Akan tetapi, Kemenkeu memandang persentase pertumbuhan restitusi tidak sebanding dengan realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Ini kita melihat kok ratenya tinggi banget padahal penerimaan kita dari sisi PPN rasanya nggak jalan. Kalau PPN tidak pick-up tapi restitusi tinggi, ini apa? Jadi kami sebagai pengelola keuangan negara secara terus menerus melihat risiko kesempatan, memperkuat sistem,” ungkap Sri Mulyani.
Baca Juga: Ada omnibus law, RUU Ketentuan Umum Perpajakan batal masuk prolegnas lagi
Catatan Kemenkeu, realisasi penerimaan PPN Dalam Negeri (DN) sepanjang tahun lalu sebesar Rp 346,31 triliun. Angka ini tumbuh 3,71% year on year (yoy) atau lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya di level 6,2% yoy.
Pencapaian PPN DN tahun lalu juga hanya mencapai 84,33% dari target 2019 sebesar Rp 368,4 triliun. Sementara, di 2020 PPN DN diproyeksikan mampu mencapai Rp 426,2 triliun, naik 23,06% dari realisasi tahun 2019.
Baca Juga: Sri Mulyani berharap percepatan restitusi pajak jadi stimulus bagi sektor manufaktur
Sebelumnya, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Mukhamad Misbakhun mengutarakan pihaknya mendapatkan pengaduan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) yang merasa kecewa dan mempertanyakan lantaran insentif percepatan restitusi pada November-Desember 2019 relatif lebih sulit ketimbang bulan-bulan sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News