Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli
Sri Mulyani menegaskan restitusi pajak yang diperlambat bukan semata-mata untuk menekan pengusaha. Akan tetapi, Kemenkeu memandang persentase pertumbuhan restitusi tidak sebanding dengan realisasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
“Ini kita melihat kok ratenya tinggi banget padahal penerimaan kita dari sisi PPN rasanya nggak jalan. Kalau PPN tidak pick-up tapi restitusi tinggi, ini apa? Jadi kami sebagai pengelola keuangan negara secara terus menerus melihat risiko kesempatan, memperkuat sistem,” ungkap Sri Mulyani.
Baca Juga: Ada omnibus law, RUU Ketentuan Umum Perpajakan batal masuk prolegnas lagi
Catatan Kemenkeu, realisasi penerimaan PPN Dalam Negeri (DN) sepanjang tahun lalu sebesar Rp 346,31 triliun. Angka ini tumbuh 3,71% year on year (yoy) atau lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun sebelumnya di level 6,2% yoy.
Pencapaian PPN DN tahun lalu juga hanya mencapai 84,33% dari target 2019 sebesar Rp 368,4 triliun. Sementara, di 2020 PPN DN diproyeksikan mampu mencapai Rp 426,2 triliun, naik 23,06% dari realisasi tahun 2019.
Baca Juga: Sri Mulyani berharap percepatan restitusi pajak jadi stimulus bagi sektor manufaktur
Sebelumnya, Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Mukhamad Misbakhun mengutarakan pihaknya mendapatkan pengaduan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) yang merasa kecewa dan mempertanyakan lantaran insentif percepatan restitusi pada November-Desember 2019 relatif lebih sulit ketimbang bulan-bulan sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News