kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sri Mulyani pasang badan tagih pajak digital asing


Rabu, 21 Oktober 2020 / 21:03 WIB
Sri Mulyani pasang badan tagih pajak digital asing
ILUSTRASI. Kantor Pelayanan Pajak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan pemerintah untuk menagih pajak ke perusahaan digital asing tidak main-main. Bahkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati bilang, pemerintah Indonesia berkomitmen memperjuangkan hak perpajakan atas kewajiban perusahaan digital asing.

Sri Mulyani menjelaskan, pajak digital merupakan topik pembahasan penting antara negara. Dia bilang, dalam forum-forum internasional, semua negara ingin merebut dan mendapat bagian dari pajak secara adil, terutama income tax atau pajak penghasilan. Tidak terkecuali, bagi Indonesia.

“Maka itu kita lakukan berbagai upaya internasional agar negara seperti kita bisa jaga basis pajak terutama saat era digitalisasi di mana batas-batas antar negara jadi sangat tipis,” kata Sri Mulyani dalam Seminar Peringatan Hut Ke-56 Tahun Partai Golkar, Rabu (21/10) malam. 

Baca Juga: Pemerintahan Donald Trump gugat Google, apa kasusnya?

Sri Mulyani menambahkan, upaya pemerintah di forum internasional untuk perjuangkan kepentingan Indonesia tidak hanya soal penerimaan perpajakan, tapi juga dalam rangka meningkatkan kepatuhan. 

Maklum sampai saat ini baru 36 perusahaan digital asing yang sudah ditetapkan pemerintah sebagai pemungut pajak pertambahan nilai (PPN). 

Langkah itu diakui Sri Mulyani sebagai salah satu reformasi perpajakan di tahun ini, sehingga memberikan keadilan bagi perusahaan digital lokal sudah terlebih dulu tarik PPN. 

Kebijakan tersebut sebagaimana ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020 yang melaksanakan aturan di Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020. 

Salah satu musabab, pemerintah pungut PPN digital yakni guna meningkatkan penerimaan di tengah pandemi. Dus, dengan beleid itu, pemerintah punya payung hukum bahwa selama perusahaan asing telah mendapatkan manfaat ekonomi di Indonesia maka mereka harus pungut PPN. 

“Dalam waktu beberapa bulan dapatkan hampir Rp 96 miliar dari beberapa perusahaan yang sudah dimintakan untuk kolek dari PPN. Negara seperti kita harus mampu menjaga pajak, di mana batas-bata negara jadi penting, kita berusaha kepentingan pajak di forum internasional,” kata Menkeu.

Sebagai informasi, konsensus global terkait pajak penghasilan atas perusahaan digital belum mencapai mufakat. Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam publikasinya terkait Inclusive Framework OECD/G20 tentang Base Erosion Profit Shifting menyampaikan 137 negara telah melakukan pertemuan pada 8-9 Oktober 2020 dan menyepakati konsensus pajak digital diundur hingga pertengahan tahun depan.

Baca Juga: Sri Mulyani: PSBB bikin penerimaan pajak tertekan

Konsensus yang diundur pembahasannya yakni atas proposal Pilar 1; Unified Approach dan Pilar 2; Global Anti Base Erosion (GloBE). Kendati demikian, OECD belum menginformasikan tanggal resmi pembahasan selanjutnya. 

OECD beralasan konsensus pajak digital tertunda lantaran negara di berbagai belahan dunia sedang fokus menangani dampak pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) baik kesehatan maupun ekonomi. Sehingga, konsensus pajak digital resmi diundur.

Selanjutnya: Sri Mulyani beberkan alasan pemerintah belum menarik PPh digital

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×