kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sri Mulyani beberkan alasan pemerintah belum menarik PPh digital


Senin, 19 Oktober 2020 / 11:28 WIB
Sri Mulyani beberkan alasan pemerintah belum menarik PPh digital
ILUSTRASI. Wajib pajak berkonsultasi dengan petugas di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Jakarta Palmerah, Jakarta, Senin (12/10/2020).


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati, mengatakan, pemerintah Indonesia akan menerapkan pajak digital setelah konsensus global dari Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) dan G20 disepakati tahun depan.

Adapun, OECD dalam publikasinya terkait Inclusive Framework OECD/G20 tentang Base Erosion Profit Shifting menyampaikan 137 negara telah melakukan pertemuan pada 8-9 Oktober 2020 dan menyepakati konsensus pajak digital diundur hingga pertengahan tahun depan.

Konsensus yang diundur pembahasannya yakni atas proposal Pilar 1; Unified Approach dan Pilar 2; Global Anti Base Erosion (GloBE). Kendati demikian, OECD belum menginformasikan tanggal resmi pembahasan selanjutnya.

OECD beralasan konsensus pajak digital tertunda lantaran negara di berbagai belahan dunia sedang fokus menangani dampak pandemi corona virus disease 2019 (Covid-19) baik kesehatan maupun ekonomi. Sehingga, konsensus pajak digital resmi diundur.

Baca Juga: Konsensus pajak digital gagal mencapai mufakat

“Konsensus pajak digital yang dua pilar itu karena menunggu AS melakukan eletion-nya. Dalam G20 pentingnya untuk mencapai konsensus, dua pilar pajak digital diharapkan bisa tercapai di 2021, Indonesia mendukung terjadinya konsensus,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi APBN Laporan Periode Realisasi September, Senin (19/10).

Meski sebetulnya, Indonesia sudah punya payung hukum atas pajak transaksi elektronik dalam UU Nomor 2 Tahun 2020, tapi, Sri Mulyani mengatakan, konsensus pajak digital lebih adil bagi semua negara di dunia.

“Indonesia sudah menyiapkan kerangka peraturannya, yang tidak menciptakan adanya kebijakan yang saling memperlemah antara negara,” ujar Menkeu.

Kendati demikian, Sri Mulyani, mengatakan substansi konsensus pajak akan berpengaruh secara luas terharap keadilan pajak di Indonesia atas perusahaan-perusahaan asing, bahkan tidak hanya soal pajak digital.

“Ini juga terkait Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) akan tercantum pembagian minimum income tax, sampai trasparansi penerimaan pajak yang jadi operasi negera itu. Ingat Indonesia secara ekonomi dan marketnya besar,” ujar Menkeu.

Selanjutnya: Pemerintah cari celah agar penerimaan pajak di tahun depan bisa tumbuh 8%

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×