Sumber: Kompas.com | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo yang tak akan menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hasil revisi.
Jokowi beralasan, ia menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK). Selain itu, Jokowi menekankan sopan santun dalam ketatanegaraan.
Baca Juga: Jokowi pastikan tidak akan menerbitkan Perppu KPK
"Saya sendiri mempertanyakan sopan santun ketatanegaraan presiden. Satu, sopan santun ketika membahas revisi UU KPK, itu ada atau tidak? Ketika kemudian partisipasi publik tidak dilibatkan, dan KPK sebagai lembaga yang konon katanya dianggap lembaga eksekutif juga tidak dilibatkan dalam pembahasan itu," kata Feri dalam diskusi di kantor Indonesia Corruption Watch (ICW) Jakarta, Minggu (3/11/2019).
Padahal, kata Feri, seharusnya Presiden Jokowi juga bisa mengutus KPK dalam proses pembahasan revisi. Sebab, KPK merupakan lembaga yang paling berkepentingan dan terdampak dari hasil revisi ini.
Kedua, kata Feri, Jokowi dianggap sudah berperan meloloskan revisi UU KPK ini sejak bergulir di DPR. Padahal, saat itu pengesahan revisi UU KPK dinilainya tidak memenuhi kuorum di DPR.
Baca Juga: Pastikan tak terbitkan Perppu, Jokowi mulai jaring Dewan Pengawas KPK
"Ketiga, apakah presiden sopan ketika berjanji akan mempertimbangkan penerbitan perppu dan segera memberi tahu tokoh senior itu bahwa apa yang akan jadi pilihannya. Sampai hari ini tidak dikasih tahu. Disampaikan hanya melalui media," kata Feri.
Tokoh senior yang dimaksud Feri adalah mereka yang diundang Jokowi datang ke Istana Merdeka pada 26 September 2019.
Saat itu, sejumlah tokoh diundang Jokowi, seperti Mahfud MD, Goenawan Mohamad, Butet Kartaradjasa, Franz Magnis Suseno, Christine Hakim, Quraish Shihab, hingga Azyumardi Azra. Setelah pertemuan itu, Jokowi mempertimbangkan akan keluarkan Perppu KPK.
Baca Juga: Jokowi: Mungkin Pak Surya Paloh tak begitu kangen saya
"Kan seharusnya adalah undang lagi itu orang-orang senior, dan sampaikan, 'Ibu, bapak sekalian mari kita makan bakso lagi, kita diskusi soal perppu, saya mau menyampaikan sesuatu yang saya pahami soal perppu'," kata Feri.
Feri juga menyoroti bunyi Pasal 69A Ayat (1) UU KPK hasil revisi yang berbunyi, "Ketua dan anggota dewan pengawas untuk pertama kalinya ditunjuk dan diangkat oleh Presiden Republik Indonesia"
"Itu terdapat kekuasaan dominan yang diberikan pada presiden. Kekuasaan dominan itu Pasal 69A Ayat (1), yaitu presiden satu-satunya orang yang bisa menunjuk dan melantik dewan pengawas yang memiliki kekuasaan yang sangat dominan di KPK suatu saat nanti, kalau ditunjuk Desember besok. Sementara presiden berikutnya harus melalui Pansel," ujar Feri.
Baca Juga: Jokowi akan melantik Dewan Pengawas dan Pimpinan KPK bersamaan
Sebelumnya, Presiden Jokowi memastikan, tidak akan menerbitkan Perppu KPK tersebut. Presiden Jokowi beralasan, menghormati proses uji materi UU KPK yang tengah berjalan di Mahkamah Konsitusi (MK).
"Kita melihat, masih ada proses uji materi di MK. Kita harus hargai proses seperti itu," kata Jokowi saat berbincang dengan wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (1/11/2019).
"Jangan ada uji materi ditimpa dengan keputusan yang lain. Saya kira, kita harus tahu sopan santun dalam ketatanegaraan," lanjut dia. (Dylan Aprialdo Rachman)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pengamat: Sopan Santun Presiden Saat Bahas Revisi UU KPK Itu Ada atau Tidak?"
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News