Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Agraria Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) buka suara soal konflik pertanahan di Pulau Rempang.
Menteri ATR/Kepala BPN Hadi Tjahjanto menjelaskan, tanah seluas 17.000 hektare di Pulau Rempang sebagian besar merupakan kawasan hutan dan tidak ada hak atas tanah di atasnya.
Saat ini, di pulau tersebut juga ada pengajuan permohonan Hak Pengelolaan (HPL) oleh BP Batam seluas kurang lebih 600 hektare yang merupakan Area Penggunaan Lain (APL).
"Jadi masyarakat pun yang tinggal di sana juga tidak ada sertifikat," kata Hadi dalam keterangan tertulisnya, Kamis (14/9).
Baca Juga: Jokowi: Hilirisasi Industri Menjadi Langkah Penting Menuju Indonesia Maju 2045
Hadi mengungkapkan, sebelum isu mengemuka, pemerintah telah melakukan pendekatan kepada masyarakat dan sebagian di antaranya menerima usulan berupa solusi dari pemerintah.
Hadi menyebut, terdapat 15 titik tempat masyarakat hidup di Pulau Rempang yang mayoritas tinggal di pinggir pantai dan berprofesi sebagai nelayan.
"Dengan adanya proyek ini pemerintah coba ketuk hati masyarakat, dengan tetap menghargai budaya lokal, yaitu dengan mencarikan tempat relokasi," ujar Hadi.
Hadi menyampaikan, solusi yang ditawarkan pemerintah kepada masyarakat, yakni telah disiapkan lahan seluas 500 hektare dan dibagikan kepada masyarakat masing-masing seluas 500 meter beserta alas hak atas tanahnya.
"Disiapkan 500 hektare sesuai kebutuhan masyarakat di situ, kita tempatkan di pinggir lautan agar mudah mencari nafkah," terang Hadi.
Baca Juga: Pulau Rempang di Batam Akan Jadi Kawasan Industri Hilirisasi