kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sistem perlindungan sosial usulan Bank Dunia butuh anggaran hingga 2,3% PDB Indonesia


Kamis, 12 Desember 2019 / 14:07 WIB
Sistem perlindungan sosial usulan Bank Dunia butuh anggaran hingga 2,3% PDB Indonesia
ILUSTRASI. Seorang pria siluet terhadap logo Bank Dunia di tempat utama untuk Dana Moneter Internasional (IMF) dan pertemuan tahunan Bank Dunia di Tokyo, Jepang 10 Oktober 2012.


Reporter: Grace Olivia | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sistem perlindungan sosial menjadi salah satu unsur penting untuk menjaga ketahanan perekonomian domestik Indonesia. Untuk itu, dalam laporan kuartalan terbarunya, Bank Dunia menyarankan pemerintah untuk mengembangkan sistem perlindungan sosial menjadi lebih universal dengan program-program yang lebih modern untuk memenuhi kebutuhan masa depan. 

Sistem perlindungan sosial universal yang diusulkan Bank Dunia itu disebut Jaminan Sosial Minimum atau Guaranteed-Minimum. Konsepnya tak berbeda jauh dengan yang dijalankan pemerintah saat ini, hanya cakupan penduduknya lebih luas dengan program yang menyasar pada pengembangan keahlian (skill-upgrading) ketimbang sekadar menopang kebutuhan dasar penduduk miskin. 

Baca Juga: Bank Dunia menyarankan pemerintah perkuat jaminan perlindungan sosial

Untuk menerapkan usulan sistem perlindungan sosial tersebut, Bank Dunia mengestimasi dibutuhkan anggaran mencapai 2,3% dari produk domestik bruto (PDB).

Adapun, anggaran pemerintah untuk sistem perlindungan sosial yang telah ada saat ini dalam APBN 2020 sebesar Rp 372,5 triliun, naik 1% dari anggaran tahun ini sebesar Rp 369,1 triliun. Anggaran tersebut telah mencakup program-program seperti PKH, BPNT, PIP, PBI JKN, Bidik Misi, dana desa, dan pembiayaan kredit ultramikro. 

Meski begitu, Bank Dunia menilai, belanja pemerintah untuk perlindungan sosial masih jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara lain. India menyalurkan belanja perlindungan sosial sebesar 2,5% dari PDB nya, Korea 4,1% dari PDB, China 4,3% dari PDB, bahkan Australia mencapai 7,1% dari PDB nya.  

Frederico menilai masih ada ruang bagi pemerintah untuk memperoleh tambahan anggaran perlindungan sosial tersebut, yaitu dengan cara merealokasi sejumlah subsidi dan belanja pajak yang tidak tepat sasaran. 

“Realokasi dari subsidi dan belanja pajak yang selama ini tidak tepat sasaran bisa membawa tambahan hingga 1,1% dari PDB sendiri,” tutur dia. 

Baca Juga: BI terus akselerasi pendalaman pasar keuangan

Reformasi subsidi seperti LPG, solar, dan pupuk berpotensi menambah 0,7% PDB, sedangkan pengurangan belanja pajak melalui penghapusan subsidi PPN menambah 0,4% PDB. 

Selain itu, pemerintah juga dapat menaikkan cukai tembakau lebih tinggi untuk menambah sekitar 0,2% PDB terhadap anggaran perlindungan sosial modern yang diperlukan. Kenaikan cukai rokok sekaligus mengurangi biaya kesehatan yang mesti ditanggung pemerintah dalam jangka panjang. 

Optimalisasi penerimaan pajak dan penerimaan negara lainnya juga diperlukan untuk setidaknya mendatangkan tambahan sekitar 0,4% PDB. 

Menanggapi usulan dan perhitungan Bank Dunia untuk sistem perlindungan sosial modern, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyambut baik. Ia mengatakan, Indonesia sebenarnya telah menjalankan esensi dari sistem perlindungan sosial Guaranteed-Minimum yang diusulkan tersebut.

“Kita sudah punya minimum  social-safety net yang  guaranteed seperti itu sebenarnya, lewat PKH, BPNT, PIP dan sebagainya. Kita sudah cover untuk 20% penduduk termiskin, tapi memang selama ini soal targetting masih jadi permasalahan yang terus kita perbaiki,” ujar Sri Mulyani dalam kesempatan yang sama. 

Baca Juga: Diusulkan Dalam Prolegnas 2020-2024, OJK Bakal Diawasi Oleh Lembaga Pengawas

Menteri Sosial Juliari Batubara menambahkan, pemerintah juga telah memiliki sistem pengaduan untuk masyarakat jika mengalami masalah inclusion and exclusion error dalam menerima bantuan sosial. Dengan begitu, upaya untuk memperbaiki target penerima bantuan sosial menjadi semakin baik. 

“Jadi memang masalahnya basis data, bukan masalah fundamental pada sistem perlindungan sosialnya. Kita perbaiki terus sampai sekarang termasuk dengan membuat sistem data yang lebih terpadu, kerja sama dengan pemerintah daerah juga,” tutur Juliari. 

Dari sisi fiskal, Sri Mulyani mengakui, usulan sistem perlindungan sosial yang modern dari Bank Dunia itu cukup berat. “Saya mendengarnya lumayan langsung pusing ini,” pungkasnya berkelakar. 

Namun, pemerintah terbuka terhadap rekomendasi tersebut sebagai bahan pertimbangan untuk memperbaiki program maupun anggaran perlindungan sosial Indonesia ke depan. Ia juga mengatakan bahwa pemerintah mengevaluasi ukuran, target, dan cakupan perlindungan sosial agar tetap memadai untuk seluruh penduduk. 

Baca Juga: Fakta soal jastip yang bikin bea cukai geram, salah satunya langganan artis

“Kita akan terus mengkaji dan melihat. Selain program perlindungan yang sudah ada, pemerintah kan juga punya program-program sektoral untuk menciptakan lapangan kerja juga sebagai komplementer dari bantuan sosial yang diberikan,” tutur Sri Mulyani. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×