Reporter: Hans Henricus |
JAKARTA. Rupanya Singapura menjadikan kegigihan Indonesia memburu para buron dan dana hasil korupsi bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI) sebagai alasan menghentikan Kesepakatan Kerja Sama Pertahanan (Defence Cooperation Agreement/DCA) dan perjanjian ekstradisi.
“DCA dan perjanjian ekstradisi dibekukan, masalah utamanya adalah Singapura tidak ingin masalah-masalah BLBI diungkit lagi,” jelas Menteri Pertahanan (Menhan) Juwono Sudarsono seusai menghadiri pembukaan Eminent Persons Group Indonesia dan Malaysia di Istaan Negara, Selasa (17/3).
Menurut Menhan, pihak Singapura menyatakan berkepentingan untuk tetap mempertahankan dana-dana BLBI yang diduga ada di negara Singa itu. “Inilah yang membuat pihak Indonesia tidak sepakat,” ujar Menhan.
Selain itu, Indonesia juga keberatan dengan DCA karena Singapura menginginkan daerah latihan militer diperluas.
Sekadar informasi, ada beberapa obligor BLBI yang diduga masih di Singapura dan memarkir dana hasil korupsi BLBI disana. Mereka adalah Bambang Soetrisno dan Adrian Kiki Ariawan, tersangka kasus BLBI Bank Surya senilai Rp 1,5 triliun, Agus Anwar, tersangka BLBI Bank Pelita senilai Rp 400 miliar, Atang Latief kasus korupsi BLBI Bank Bira senilai mantan pemilik Bank Bira yang punya utang BLBI Rp325 miliar, dan Lydia Mochtar tersangka kasus korupsi BLBI Bank Tamara senilai Rp 202 miliar.
Kesepakatan DCA ditandatangani pada 27 April 2007 oleh menhan kedua negara disaksikan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong.
Namun, dalam perjalanannya kesepakatan kerja sama itu tidak dapat dilaksanakan secara mulus karena menuai kontroversi di masing-masing pihak, terutana menyangkut Implementing Arrangement( IA) Military Training Area (MTA)di Area Bravo yang berada di Kepulauan Natuna.
Karena kebuntuan terhadap beberapa pasal dalam DCA antara RI dan Singapura, pihak Singapura sempat mengabaikannya dan tidak membahas lebih lanjut dengan mitranya Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News