Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku industri rokok menilai bahwa rencana pemerintah menaikkan tarif cukai dan menyederhanakan layer cukai yang diatur dalam PMK No 146/2017 memberatkan.
Sebab, selain menambah beban, akumulasi dari kedua kebijakan ini juga mengakibatkan persaingan bisnis yang tidak sehat sehingga banyak usaha yang bisa secara mati perlahan.
Meski begitu, pemerintah menilai bahwa ketentuan penyederhanaan layer sudah ideal. Dirjen Bea dan Cukai Heru Pambudi mengatakan, ketentuan ini masih ada ruang untuk direlaksasi tetapi pemerintah tampaknya enggan.
“Kan PMK itu sudah raod map untuk cukai rokok. Bila road map-nya berubah akan jadi sulit,” kata Heru di Gedung DPR RI, Senin (23/7).
Diaa melanjutkan, pemerintah lewat Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan terus menjalin komunikasi dengan pelaku industri rokok. Meskipun, menurut Heru, dengan adanya road map ini seharusnya sudah merupakan persetujuan dari pihak-pihak dunia usaha.
“Komunikasi pun sudah kami lakukan sebelum PMK 146 itu sendiri ditetapkan dan waktu itu tentunya sudah melalui proses sangat panjang dan komunikatif,” ujar dia.
“Sehingga normalnya itu sudah menjadi pemahaman bersama, tapi tentunya dalam perkembangannya ada masukan-masukan tentunya kami akan dengarkan,” katanya.
Kepada Kontan.co.id, ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan bahwa pelaku industri kaget dengan adanya PMK 146 yang menjadi road map cukai rokok di Indonesi. Sebab, tidak pernah ada diskusi yang intens dengan pemerintah terkait ini.
“Kami terkejut ketika road map dikaitkan dengan PMK, masak road map bisa dimasukkan PMK yang notabene setiap tahun berubah?” ucapnya.
Dia mengatakan, dengan PMK tersebut, bagi industri nantinya akan ada bagian yang dikumulasi di mana golongan SPM dan SKM akan menyatu. Nah, apabila ini disatukan, kata Ismanu, maka akan mamberatkan.
“SPM dan SKM kan disatukan. Ibaratnya kami Toyota, maka kami akan kena pajak yang dobel karena punya Lexus dan Avanza. Sungguh pun perusahaannya beda. Kalau di rokok, sungguh pun NPPBKC-nya beda, tapi dikumulatif, padahal jenisnya beda,” jelas dia.
“Masa pajaknya Lexus dikumulasi dengan Avanza? Kan barangnya beda. Ini beban bagi kami karena kuotanya naik, saya petinju kelas B disuruh tanding dengan kelas A. Ini kelas berbeda jangan dibikin satu ring pada kemampuan yang beda,” katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News