Reporter: Abdul Basith | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sidang perdana kasus korupsi Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan digelar pada Senin (14/5). Dengam menghadirkan Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai terdakwa.
Berkas perkara pun telah diberikan kepada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
"Dakwaan sudah disampaikan ke pengadilan ada sekitar 45 - 49 halaman," ujar juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah, Jumat (11/5).
Febri bilang pada berkas yang disampaikan tersebut dicantumkan pula kronogis kejadian. Hal itu untuk mengungkapkan pelaku lain dalam kasus tersebut.
Kasus korupsi BLBI diyakini Febri tidak dilakukan oleh satu orang. Kasus yang membuat rugi negara sekitar Rp 4 triliun itu diduga dilakukan bersama dengan berbagai pihak.
"Kita rinci dilakukan bersama siapa, ada pihak lain atau pun pihak swasta lain yang juga diuraikan," jelas Febri.
Pihak lain pun termasuk pemerintah diduga terlibat pada kasus tersebut. Febri bilang ada dugaan keterlibatan birokrasi pada saat itu.
Saksi pun akan dihadirkan dalam persidangan nanti. Febri meminta agar saksi memenuhi panggilan dan melakukan pencegahan ke luar negeri.
"Saksi yang diperiksa dan dimintai keterangan wajib memenuhi kewajiban sebagai warga negara dan menyampaikan secara benar," terang Febri.
Kasus SKL BLBI terjadi pada April 2004 saat Syafruddin mengeluarkan surat pemenuhan kewajiban atau yang disebut SKL terhadap Sjamsul Nursalim, selaku pemegang saham pengendali BDNI, yang memiliki kewajiban kepada BPPN. SKL itu terkait pemenuhan kewajiban penyerahan aset oleh sejumlah obligator BLBI kepada BPPN.
Dikeluarkannya SKL itu mengacu pada Inpres Nomor 8 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada 30 Desember 2002 oleh Megawati Soekarnoputri, yang saat itu menjabat Presiden RI.
KPK menduga, Syafrudin telah menguntungkan diri sendiri, orang lain atau korporasi, yang telah menyebabkan kerugian keuangan negara.
Audit investigatif Badan Pemeriksa Keuangan tertanggal 25 Agustus 2017, terkait kasus ini menyebutkan, kerugian keuangan negara adalah Rp 4,58 triliun.
Nilai kerugian negara ini lebih tinggi daripada yang sebelumnya diperkirakan KPK sebesar Rp 3,7 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News