Reporter: Anggar Septiadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah menyusun dakwaan terhadap tersangka mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Temenggung secara intensif.
Hal tersebut dilakukan lantaran penyidikan Syafruddin telah usai, dan berkas penyidikan kini telah ditangani oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK untuk disusun dakwaanya.
"Kemarin sudah kita lakukan pelimpahan penyidik ke JPU. JPU punya waktu 14 hari untuk membuat dakwaan, JPU juga sedang intensif menyusun dakwaan tersebut. Dan kita punya waktu 14 hari, sehingga di awal Mei sudah bisa dilimpahkan ke Pengadilan," kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Kantor KPK, Jumat (20/1).
Meski demikian, Febri belum mau bicara soal pihak-pihak yang akan masuk dalam dakwaan tersebut.
"Saya belum bisa bilang pihak yang bersama, atau yang diperkaya. Tapi yang pasti ada sejumlah pihak yang sudah diperiksa tentu kita uraikan bagaimana perannya dalam proses terbitnya SKL tersebut. Bolak balik berkasnya bagaimana itu siapa saja yang bertemu, bicara. Itu secara lengkap kita jelaskan konstruksi umumnya dalam dakwaan berikut perannya. Sehingga kita bisa tahu kalau penerbitan SKL bukan cuma peristiwa administratif saja, tapi ada dugaan tindak pidana korupsi di sana," jelas Febri.
Febri enggan memberikan keterangan lebih lanjut soal kans PT Gajah Tunggal jadi tersangka korupsi korporasi, terkait dugaan korupsi BLBI ini. Pada April tahun lalu, pejabat-pejabat Gajah Tunggal telah diperiksa KPK sebagai saksi untuk tersangka Syafruddin.
Mereka diperiksa untuk menelusuri Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang diberikan kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim. Dimana Sjamsul juga turut memiliki sejumlah saham di Gajah Tunggal.
Sementara Syafruddin ditetapkan jadi tersangka oleh KPK lantaran diduga memberikan Surat Keterangan Lunas (SKL) kepada Sjamsul pada 2004 atas utang BDNI yang dikucurkan melalui BLBI senilai Rp 4,8 miliar pada 1998. Padahal belum semua kewajiban BDNI dituntaskan.
Diketahui Sjamsul hanya pernah menyerahkan perusahaan tambak udang miliknya, PT Dipasena yang ditaksir nilainya mencapai Rp 1,1 triliun. Namun setelah dilelang oleh PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero), penjualan Dipasena hanya menghasilkan Rp 220 miliar. Sehingga masih ada Rp 4,58 triliun lagi yang dihitung sebagai kerugian negara, atas keluarnya SKL kepada BDNI.
"Beberapa kejadian dan rentetan peristiwa yang kita susun dalam dakwaan nanti secara lebih lengkap karena kami yakin ada dugaan perbuatan melawan hukum yang dilakukan SAT saat itu ketika negara dirugikan sekitar Rp 4,58 triliun," lanjut Febri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News