Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID-JAKARTA Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memastikan bahwa wajib pajak orang pribadi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang telah memanfaatkan skema tarif pajak penghasilan (PPh) Final 0,5% sejak tahun 2018 tetap bisa memanfaatkannya hingga tahun 2024.
Sebagai informasi, ketentuan mengenai PPh 0,5% final untuk pelaku UMKM yang beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun memang memiliki jangka waktunya.
Merujuk pada Pasal 59 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, jangka waktu pengenaan tarif PPh final 0,5% paling lama 7 tahun untuk wajib pajak (WP) Orang Pribadi, 4 tahun untuk WP Badan berbentuk koperasi, persekutuan komanditer (CV), firma, badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama, atau perseroan perorangan yang didirikan oleh satu orang, dan 3 tahun untuk WP badan perseroan terbatas.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Dwi Astuti mengatakan, jangka waktu tersebut terhitung sejak WP terdaftar bagi WP yang terdaftar setelah tahun 2018, atau sejak tahun 2018 bagi WP yang terdaftar sebelum tahun 2018.
Baca Juga: Duh! Setoran Pajak Kripto Merosot Saat Harga Bitcoin Melonjak
"Jadi, misalnya Tuan A sebagai WP OP terdaftar tahun 2015, maka dia bisa menggunakan fasilitas tarif PPh final 0,5% mulai dari tahun 2018 sampai dengan tahun 2024. Sementara misalnya Tuan B terdaftar tahun 2020, maka dia bisa memanfaatkan tarif PPh final 0,5% mulai tahun 2020 sampai dengan tahun 2026,” jelas Dwi dalam keterangan resminya, Senin (27/11).
Selain berdasarkan masa berlakunya, tarif PPh Final 0,5% ini dapat juga berakhir apabila dalam suatu tahun pajak, peredaran bruto WP telah melebihi Rp 4,8 miliar atau WP dengan kemauan sendiri memilih untuk melakukan penghitungan normal menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
"Apabila dalam suatu tahun pajak berjalan, peredaran bruto WP telah melebihi Rp 4,8 miliar, WP tersebut tetap dikenai tarif PPh final 0,5% sampai dengan akhir tahun pajak bersangkutan. Perhitungan normal baru dilakukan pada tahun pajak berikutnya," katanya.
Baca Juga: Tarif Pajak UMKM 0,5% Masih Berlaku di 2024, Begini Ketentuannya
Konsultan Pajak di PT Botax Consulting Indonesia, Raden Agus Suparman mengatakan bahwa penggunaan tarif PPh Final 0,5% memiliki untung ruginya. Pasalnya, bagi perusahaan yang laporan keuangannya rugi, tentu akan mengalami rugi jika menggunakan PPh Final 0,5% lantaran tetap membayar pajak.
Namun, tarif PPh Final 0,5% tersebut akan menguntungkan UMKM apabila laba bersihnya di atas 4% dari omzet. Ini dikarenakan tarif final 0,5% mengansumsikan penghasilan neto UMKM adalah sebesar 4% dari omzet.
Oleh karena itu, perpindahan tarif PPh Final 0,5% ke tarif normal ini akan menjadi beban pajak yang tinggi apabila UMKM memiliki laba bersih 4% dari omzet.
"Dia akan bayar PPh lebih tinggi dibandingkan PPh Final 0,5%," katanya.
Baca Juga: Tarif Pajak UMKM 0,5% Tetap Berlaku di 2024, DJP Jelaskan Ketentuannya
Sebagai tambahan, apabila pengenaan tarif PPh Final 0,5% telah berakhir, WP wajib membuat pembukuan untuk dapat menghitung PPh terutang menggunakan tarif Pasal 17 UU PPh.
Namun demikian, apabila WP tersebut sampai dengan akhir masa berlakunya, masih memiliki peredaran bruto tidak melebihi Rp 4,8 miliar, WP tersebut boleh menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN).
Dengan NPPN, WP perlu mengalikan peredaran bruto dengan norma atau persentase yang telah ditetapkan untuk setiap jenis usaha atau pekerjaan bebasnya. Selain itu, WP tersebut juga wajib membuat pencatatan.
Baca Juga: Tarif Pajak UMKM 0,5% Tetap Berlaku di 2024, DJP Jelaskan Ketentuannya
Selain itu semua, fasilitas bagi WP UMKM bahkan ditambah lagi oleh pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) dan Pasal 60 PP 55 Tahun 2022.
Fasilitas tersebut yaitu pembebasan pajak bagi WP UMKM yang menggunakan tarif PPh final 0,5% atas bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 500 juta dalam satu tahun Pajak.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News