Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Adi Wikanto
KONTAN.CO.ID - Jakarta. Indonesia semakin dihindari investor asing / pemodal asing. Yang lebih menyedihkan lagi, investor asing / pemodal asing lebih menyukai negara tetangga.
Selama ini, Indonesia sudah kalah dengan Thailand dalam menggaet investor asing / pemodal asing. Terbaru, produsen motor dari Jepang Nissan menutup pabriknya di Indonesia dan lebih memilih Thailand sebagai basis produksi di pasar Asia.
Kini, Indonesia juga kalah dibandingkan Vietnam dalam menggaet investor asing / pemodal asing.
“Bahkan sebentar lagi Kamboja menyusul kita,” kata Kepala Badan Koordinator Penenaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadali dalam Konferensi Pers via daring, Jumat (12/6).
Berdasarkan kajian BKPM, ada enam kondisi objektif yang membuat investasi Indonesia kalah menggiurkan dari pada Vietnam.
Pertama, harga tanah per meter persegi di Indonesia rata-rata mencapai Rp 3,17 juta, sementara Vietnam Rp 1,27 juta per meter persegi
Kedua, rrata-rata upah minimum tenaga kerja di Indonesia per bulan sebesar Rp 3,93 juta, sedangkan Vietnam Rp 2,64 juta.
Ketiga, rata-rata tingkat kenaikan upah tenaga kerja di Indonesia mencapai 8,7% per tahun, tren tersebut jauh lebih tinggi dibanding Vietnam yang hanya 3,64% per tahun.
Keempat tarif gas di Indonesia sebesar US$ 6 per Mmbtu, jauh lebih tinggi daripada harga di Vietnam yang hanya US$ 0,66 per Mmbtu.
Kelima, tarif listrik di Indonesia senilai US$ 0,07 per Kwh, sementara Vietnam senilai US$ 0,04 per Kwh.
Keenam, tarif air di Indonesia sebesar US$ 0,89 per MP, sedangkan Vietnam yakni US$ 0,53 per MP.
Bahlil menyampaikan untuk tarif istrik, gas, dan air sebetulnya tidak menjadi masalah, sebab ongkosnya tidak seberapa. Berbeda dengan upah tenaga kerja dan harga tanah yang menjadi sorotan investor pertama kali jika ingin menanamkan modalnya.
Harga tanah yang mahal membuat pemerintah dan BKPM menyiasati dengan membuat kawasan industri baru yang secara harga lebih murah, misalnya Jawa Tengah.
Namun, untuk upah, Bahlil bilang dirinya tidak bisa banyak bicara. Sebab, berkaitan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Oleh karenanya, satu-satunya harapan agar upah buruh Indonesia bisa bersaing dengan negara lain yakni melalui Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau RUU Omnibus Law Cipta Kerja.
Hanya saja, isu soal ketenagakerjaan masih jadi pasal yang belum selesai dibahas.
“ UU Omnibus Law itu mencari jalan tengah dan ternyata oleh temen-temen dari organisasi buruh meminta itu tidak dimasukan. Kondisi sekarang, saat masuk ke suatu negara, UU begitu kaku dan merugikan, mohon maaf orang akan ke negara lain. Menko Airlangga bilang selesai Juli selesai,” ujar Bahlil.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News