Reporter: Leni Wandira | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah universitas ikut mengkritisi dan menyatakan sikap soal pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), elit politik, dan juga keberlangsungan Pemilu 2024. Salah satunya Universitas Padjadjaran (Unpad).
Ketua Senat Akademik Unpad Profesor Ganjar Kurnia menyatakan, peristiwa-peristiwa sosial, politik, ekonomi dan hukum belakangan ini adalah sebuah rangkaian dari menurunnya kualitas demokrasi di era presiden Jokowi.
Dimulai dari Ideks Persepsi Korupsi yang semakin memburuk, pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui penempatan pimpinan- pimpinannya yang tidak amanah.
Baca Juga: Panen Kritik dari Para Akademisi, Apa Kata Istana?
Kemudian, penyusunan Omnibus Law pengamanan investasi yang prosesnya jauh dari partisipasi publik, nepotisme dan penyalahgunaan kekuasaan dalam syarat Capres-Cawapres dalam pemilu oleh Mahkamah Konstitusi.
"Serta berbagai indikasi dan potesi pelanggaran etika lainnya, adalah puncak gunung es dari diabaikannya kualitas institusi dalam proses pembangunan kontemporer di Indonesia," ungkapnya dalam rilis 'SERUAN PADJADJARAN "SELAMATKAN NEGARA HUKUM YANG DEMOKRATIS, BERETIKA DAN BERMARTABAT"," ujar Ganjar Kurnia, Jumat (3/2).
Menurutnya, kualitas institusi adalah pilar dari peningkatan kesejahteraan. Pembangunan yang hanya berorientasi pada pembangunan infrastruktur fisik, tapi merusak tatanan bernegara justru akan membuat mandeknya pertumbuhan ekonomi, memperdalam kemiskinan dan meningkatkan ketimpangan sosial dan budaya.
Juga praktik kuasa untuk melegitimasi kepentingan segelintir elit akan berdampak pada kegagalan pembangunan berkelanjutan untuk mewujudkan cita-cita para pendiri bangsa yang menjadi tujuan bernegara.
Baca Juga: Akademisi Kritik Jokowi, Pengamat: Sebagai Pengingat Demokrasi Harus Sesuai Jalur
sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD 1945, alinea kedua yaitu: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia, dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.
"Dari sini jelas bahwa kemakmuran hanya satu saja dari empat hal yang dicita- citakan pendiri bangsa. Selain kemakmuran (yang justru disebut terakhir), ada kemerdekaan, kebersatuan, kedaulatan, dan keadilan," ucapnya.
Kata dia, peristiwa politik belakangan ini mengganggu kelima cita-cita para pendiri bangsa tersebut. Terfokusnya kekuasaan secara elitis membuat kemakmuran belum dirasakan kebanyakan rakyat Indonesia.
Sementara itu hukum sebagai pengatur, pembatas dan rel yang seharusnya menjadi bintang pemandu justru digunakan untuk menjustifikasi dan melegitimasi proses-proses kebijakan politik, ekonomi, sosial dan kebijakan lainnya yang bermasalah.
"Hal tersebut tidak lain karena adanya krisis kepemimpinan yang tidak beretika dan bermartabat. Adalah kenyataan hari ini, hukum hanya ditempatkan sebagai slogan normatif tanpa jiwa dan moralitas," ungkapnya.
Baca Juga: Jokowi Sebut Presiden dan Menteri Boleh Menyatakan Keberpihakan, Bagaimana Aturannya?
Untuk itu, pihaknya menegaskan tujuh poin yang murni merupakan seruan moral dari kondisi dan situasi saat ini.
1. Pelaksanaan demokrasi harus menjunjung tinggi etika dan norma hukum yang bersandar pada Pancasila dan UUD 1945. Hukum tidak hanya teks semata, melainkan juga nilai dan prinsip yang ada di dalamnya serta dijalankan secara konsisten.
2. Presidendanelitepolitikharusmenjadicontohketeladanankepatuhanterhadap hukum dan etika. Bukan justru menjadi contoh melanggar etika, apa yang diucap tidak sesuai dengan kenyataan.
3. Negara dan pemerintah beserta aparaturnya harus hadir sebagai pengayom, penjaga, dan fasilitator pelaksanaan demokrasi yang berintegritas dan bermartabat dengan menjaga jarak yang sama dengan para kontestan pemilu.
4.Mengajakkepadaseluruhkomponenmasyarakatuntukturutsertaberpartisipasi aktif dalam kontestasi Pemilu 2024 dengan memilih para calon berdasarkan kesadaran dan keyakinan yang sungguh, bukan atas dasar politik uang atau intimidasi.
5. Bersama-sama dengan seluruh masyarakat menjaga penyelenggaraan Pemilu 2024 agar kondusif, aman, dan bermartabat serta mengawal hasil penyelenggaraan Pemilu 2024 sampai terbentuknya pemerintahan baru sebagai perwujudan kedaulatan rakyat.
6. Pemilu 2024 sebagai institusi demokrasi tidak boleh diolok-olok atau direduksi maknanya sekadar prosedur memilih pemimpin. Demokrasi harus dikembalikan pada jatidirinya sebagai perwujudan kedaulatan rakyat dengan menegakan aturan main yang adil dan transparan, membuka ruang partisipasi yang substantif bagi publik untuk memperoleh informasi yang dapat diandalkan dalam memberikan suara.
7. Mendesak penegakan hukum untuk kasus-kasus pelanggaran yang terjadi selama penyelenggaraan Pemilu 2024 untuk segera ditindaklanjuti demi terciptanya pemilu yang berintegritas dan pulihnya kepercayaan publik kepada pemerintah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News