kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.567.000   7.000   0,45%
  • USD/IDR 15.703   0,00   0,00%
  • IDX 7.574   4,17   0,06%
  • KOMPAS100 1.170   -1,95   -0,17%
  • LQ45 921   -3,22   -0,35%
  • ISSI 231   0,26   0,11%
  • IDX30 474   -2,28   -0,48%
  • IDXHIDIV20 568   -1,28   -0,23%
  • IDX80 133   -0,19   -0,14%
  • IDXV30 141   0,91   0,65%
  • IDXQ30 158   -0,72   -0,45%

Akademisi Kritik Jokowi, Pengamat: Sebagai Pengingat Demokrasi Harus Sesuai Jalur


Jumat, 02 Februari 2024 / 16:45 WIB
Akademisi Kritik Jokowi, Pengamat: Sebagai Pengingat Demokrasi Harus Sesuai Jalur
ILUSTRASI. Presiden Joko Widodo berdialog dengan warga saat mengunjungi gudang Bulog DIY di Kalasan, Sleman, D. I Yogyakarta, Senin (29/1/2024). ANTARA FOTO/ Andreas Fitri Atmoko/agr/aww.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) dihujani kritik dari sejumlah civitas akademika. Banyak dari mereka yang kecewa terhadap langkah kepemimpinan Jokowi di akhir jabatannya. 

Merespons hal ini, Pengamat politik yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review Ujang Komaruddin menilai banyaknya kritikan ini harusnya menjadi pengingat bagi Presiden dan penyelenggara negara untuk mengembalikan demokrasi yang sehat. 

"Gerakan moral harusnya menjadi pengingat untuk Jokowi penyelenggara negara agar kembali pada kepentingan bersama agar tidak keluar batas dan menjalankan demokrasi sesuai jalur," kata Ujang pada Kontan.co.id, Jumat (2/1). 

Ujang menilai pernyataan sikap dari civitas akademika lantaran kecewa dengan langkah politik di akhir masa jabatan Jokowi yang melanggengkan oligarki, hingga politik dinasti. 

Baca Juga: Ini Kata Istana soal Hujan Kritik dari Akademisi Terkait Sikap Politik Jokowi

"Kalau kita lihat kan memang arahnya ke sana, maka gerakan moral ini agar demokrasi dijalankan dengan baik bukan untuk kekuasaan dirinya, kelompoknya keluarganya maupun partai politiknya," terang Ujang. 

Sebelumnya, Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana menilai wajar ada pertarungan opini menjelang pesta rakyat 2024. Menurutnya, Presiden sangat menghormati hal ini karena Indonesia merupakan negara demokrasi. 

Meski begitu, ia melihat ada upaya yang sengaja mengorkestrasi narasi politik tertentu untuk kepentingan elektoral. 

"Strategi politik partisan seperti itu juga sah saja dalam ruang kontestasi politik. Namun baiknya, kontestasi politik, termasuk dalam pertarungan opini, dibangun dalam kultur dialog yang sehat," ujar Dwipayana. 

Diketahui, sekelompok guru besar, dosen, mahasiswa, hingga alumni berkumpul di Balairung UGM untuk menyampaikan Petisi Bulaksumur, Rabu (31/1) 31 lalu. Mereka menilai semasa pemerintahan Jokowi, banyak tindakan menyimpang yang terjadi. 

Tindakan-tindakan menyimpang yang dimaksud sebagaimana dalam petisi itu di antaranya pelanggaran etik di Mahkamah Konstitusi, keterlibatan sejumlah aparat penegak hukum dalam proses demokrasi, serta pernyataan Jokowi tentang presiden dan menteri boleh kampanye Pemilu 2024.

Sehari setelah UGM, civitas akademika Universitas Islam Indonesia atau UII gantian berkumpul menyampaikan kritik pada pemerintahan Presiden Jokowi di halaman Auditorium Kahar Muzakkir di Kampus Terpadu UII di Jalan Kaliurang Km. 14, Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Kamis, (1/2). Gerakan ini dipimpin langsung Rektor UII, Prof. Fathul Wahid.

Baca Juga: Jumat Siang, Sri Mulyani Menghadap Jokowi di Istana

Salah satu indikator yang menjadi perhatian UUI adalah pencalonan anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden yang didasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023. 

Pengambilan putusannya sarat intervensi politik. Bahkan dinyatakan terbukti melanggar etika dan menyebabkan Hakim MK Anwar Usman diberhentikan sebagai Ketua MK. 

Pada Jumat, (2/2), giliran Universitas Indonesia menyampaikan ‘Seruan Kebangsaan’ kepada Pemerintah Jokowi. Melalui keterangan tertulis gerakan atas nama Keluarga Besar Universitas Indonesia menyampaikan keprihatinan atas hancurnya tatanan hukum, dan demokrasi. Hilangnya etika bernegara dan bermasyarakat, terutama  korupsi, kolusi dan nepotisme. 

Keluarga Besar UI mengutuk segala bentuk penindasan kebebasan ekspresi. Kelompok ini juga menyerukan netralitas aparat, hak memilih tanpa intimidasi dan pengawasan seluruh perguruan tinggi dalam proses demokrasi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×