Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Adi Wikanto
JAKARTA. Sheraton International LLC, Sheraton International IP lLC, dan Starwood Hotels & Resort Worldwide Inc menggungat perusahaan Australia, Staywell Hospitality Group Ptd Ltd di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus).
Gugatan tersebut terkait pembatalan pendaftaran merek Park Regis milik tergugat di Direktorat Jendrak Kekayaan Intelektual (Dirjen KI) dengan nomor pendaftaran IDM000250956 dan IDM000363846.
Berdasarkan berkas yang diterima KONTAN dari PN Jakpus, perkara dengan nomor 35/HKI/Merek/2015/PN JKT.PST itu didaftarkan pada 6 Juni 2015 lalu.
Adapun merek yang ingin dibatalkan itu termasuk dalam klasifikasi kelas 35 dan 43 yang masing-masing telah terdaftar pada 7 Juni 2010 dan 2 Agustus 2012 di Dirjen KI.
Selain mengunggat Staywell, pihak Sheraton juga turut menggunggat Direktorat Jenderal Hak dan Intelektual (Dirjen HKI) sebagai turut tergugat dalam perkara ini.
Merek milik Sheraton adalah St. Regis yang disinyalir telah memiliki sejarah lebih dari 100 tahun untuk hotel mewah dan akomodasi resor.
Di indonesia sendiri merek tersebut sudah terdaftar atas nama para penggugat.
Penggugat merupakan pengelola hotel yang telah terakreditasi dengan bintang enam dan telah menerima berbagai pengakuan dan penghargaan dari survei dan publikasi industri perhotelan.
Tak hanya di Indonesia, Merek St. Regis itu telah terdaftar pada 80 negara termasuk Indonesia untuk kelas 43 dan 36.
Apalagi penggugat III adalah salah satu perusahaan perhotelan terbesar di dunia yang mengelola Westin, Sheraton, Le Meridien, W Hotel, dan St. Regis.
Sheraton juga telah melakukan berbagai macam promosi untuk mereknya ini.
Salah satunya yakni melalui situs internet yang dapat diakses dari seluruh dunia.
Tak hanya itu, reputasi hotel juga telah dikenal luas melalui publikasi, promosi, liputan media, dan iklan.
Biaya yang dikeluarkan pun mencapai US$ 1 juta setiap tahun sejak 2006 hingga saat ini.
Selain itu, berdasarkan sejumlah penghargaan yang diterima juga membuktikan jasa dengan merek milik Sheraton telah dikenal oleh masyarakat sebelum tergugat mengajukan pendaftaran mereknya.
"Keterkenalan merek penggugat juga bisa dilihat berdasarkan penjualan tahunan sebelum 2008 di seluruh dunia. Setiap tahun kurang lebih mampu mengumpulkan pendapatan sekitar US$200 juta," tulis kuasa hukum Sheraton dari kantor hukum Suryomucito & Co.
Di Indonesia sendiri jaringan merek St. Regis pertama kali digunakan sejak Februari 2009.
Para penggugat telah mendaftarkan 7 nomor merek melalui Dirjen KI.
Penggugat juga telah mendapatkan putusan pengadilan dan pengakuan resmi dari sejumlah negara yang menyatakan perlindungan atas kata regis.
Beberapa lembaga hukum yang melindungi yakni kantor merek dan pengadilan Singapura, kantor merek Perancis, dan kantor merek Spanyol.
Berdasarkan pasal 6 ayat 1 huruf b Undang-undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek mengatur persyaratan merek terkenal yakni adanya pengetahuan umum masyarakat, reputasi melalui promosi besar-besaran, investasi, dan bukti pendaftaran merek di beberapa negara.
Adapun Terdapat kesamaan pada pokoknya antara kedua merek itu. Persamaan tersebut antara lain memiliki elemen dominan yang sama yakni kata Regis.
Tak hanya itu dalam merek tergugat, Regis adalah elemen yang sangat menonjol daripada elemen lainnya.
Pasalnya, kata Park adalah kata umum atau kata generik yang sangat umum untuk hotel-hotel seperti Park Hyatt l, Park Royal, dan Park Grand.
Lebih jauh lagi, kata Park dianggap sebagai variasi dari merek awal seperti misalnya Hyatt Hotel menjadi Park Hyatt.
"Park Hyatt secara umum dikenal sebagai merek tambahan dan terkait dari hotel-hotel Hyatt," tambah kuasa hukum penggugat.
Kedua merek juga memiliki persamaan cara pengucapan pada kata regis dan kelas untuk jenis jasa.
Dengan demikian, tergugat dinilai merupakan pendaftar yang tidak mempunyai iktikad baik.
Apalagi dengan bidang usaha yang sama dinilai memberikan kesempatan tergugat untuk membonceng keterkenalan merek penggugat.
Dalam persidangan lanjutan, Selasa (22/12) tak dihadiri oleh pihak tergugat.
Padahal, PN Jakpus telah memanggil dan memberi kesempatan bagi tergugat untuk menghadiri persidangan selama tiga bulan.
Hal itu dilakukan mengingat keberadaan tergugat di luar negeri.
Meski begitu, majelis hakim yang dipimpin oleh Wiwiek Prayitno itu memutuskan untuk meneruskan persidangan tanpa dihadiri tergugat.
Adapun sidang akan dilanjutkan kembali pada pekan depan dengan agenda jawaban dari turut tergugat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News