Reporter: Vendi Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang 2019 jumlah perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) meningkat dibanding tahun 2018.
Mengutip data dari sistem informasi penelusuran perkara (SIPP) dari 5 pengadilan niaga (PN) yakni PN Jakarta Pusat, PN Medan, PN Semarang, PN Surabaya dan PN Makassar, tren kasus PKPU maupun kepailitan meningkat.
Jika pada 2018 terdapat 297 perkara PKPU, tahun 2019 terdapat sebanyak 425 perkara PKPU. Artinya terjadi peningkatan 30,1 % dibanding tahun sebelumnya.
Sedangkan, untuk kasus kepailitan terjadi peningkatan 0,08%, di mana pada 2018 terdapat 114 perkara kepailitan meningkat menjadi 124 perkara kepailitan di 2019.
Mantan Ketua Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI) James Purba mengatakan, Meningkatnya perkara yang masuk ke pengadilan niaga berarti meningkatnya kepercayaan pelaku usaha terhadap lembaga tersebut.
"Dunia usaha sudah makin cenderung memilih lembaga PKPU & Kepailitan dalam menyelesaikan persoalan utang piutang, karena dalam proses PPKU, para pihak di berikan ruang untuk negosiasi dan restrukturisasi semua utang," kata James kepada Kontan.co.id, Selasa (24/12).
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, terdapat beberapa perkara PKPU yang cukup menyedot perhatian publik.
Pertama, Anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA), PT Putra Taro Paloma, menepati janjinya untuk membayar tagihan ke Bank UOB.
Baca Juga: Anak Usaha Pailit, Kinerja Golden Plantation Terganggu
Produsen makanan ringan merek Taro itu telah merampungkan pembayaran tagihan ke Bank UOB sesuai jadwal pada Senin (28/10) lalu.
Sesuai perjanjian perdamaian dalam perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Putra Taro dan PT Balaraja Bisco Paloma yang disahkan oleh Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 12 Juni lalu, Putra Taro harus membayar utang ke Bank UOB pada 28 Oktober 2019.
Kepada Bank UOB, Putra Taro memiliki utang sebesar Rp 181 miliar. Berdasarkan perjanjian perdamaian, Bank UOB bersedia memberikan diskon pembayaran utang sebesar 35%. Artinya, Putra Taro hanya perlu membayar 65% dari total utang, yakni sekitar Rp 117 miliar.