Reporter: Barratut Taqiyyah | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pengamat hukum pidana dari Universitas Indonesia Ganjar L Bondan berpendapat PT Bank Central Asia patut diduga menjadi bagian dari tindak pidana korupsi yang diduga dilakukan Hadi Poernomo selaku Direktur Jenderal Pajak 2002-2004. Menurut Ganjar, BCA patut diduga ikut bekerja sama dengan Hadi karena mendapatkan keuntungan dari kebijakan Hadi yang mengabulkan permohonan keberatan pajak bank itu.
"Dalam kejahatan seperti ini, biasanya ada kerja sama. Jadi HP (Hadi Poernomo) bukan orang yang melakukan sendirian. Jadi patut diduga nih orang lain yang diperkaya, korporasi yang diperkaya, orang lain diuntungkan, korporasi ini menjadi bagian dari kejahatan ini," kata Ganjar di Jakarta, Selasa (22/4/2014).
Penilaian itu disampaikan Ganjar merujuk pada pasal yang disangkakan Komisi Pemberantasan Korupsi kepada Hadi. KPK menjerat Hadi dengan sangkaan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Menurut Ganjar, penerapan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini menunjukkan ada keuntungan yang didapat pihak lain, korporasi, atau tersangka dari penyalahgunaan wewenang atau perbuatan melawan hukum yang disangkakan pada tersangka.
Inti dari pasal tersebut yang harus dibuktikan KPK, kata Ganjar, adalah ada atau tidaknya keuntungan yang diperoleh pihak lain, korporasi, atau Hadi sendiri. "Itu saja yang perlu dibuktikan. Nanti kalau ternyata misalnya dia dikasih uang, disuap, atau menerima imbalan, atau dijanjikan sesuatu, kita bicara pasal lain," ujar Ganjar.
Harus ada tersangka lain
Mengenai penyertaaan Pasal 55 dalam sangkaan Hadi, menurut Ganjar berkonsekuensi bagi KPK untuk menetapkan tersangka lain. Pasal 55 menunjukkan bahwa perbuatan korupsi diduga dilakukan Hadi secara bersama-sama dengan pihak lain.
"Niat ada pada semuanya, perbuatan dilakukan bersama-sama meskipun yang ini ngelakuin ini, yang itu ngelakuin itu, jadi bersama-bersama itu gak harus semua perbuatannya berbarengan," ujar Ganjar. "Jadi mungkin saya bikin kuitansi palsu, Anda stempel palsu, ada yang ngecap, itu masing-masing perbuatannya, tapi kalau disatukan, jadi tindak pidana."
Selain menunjukkan dugaan keikutsertaan pihak lain, menurut Ganjar, Pasal 55 juga dapat berarti si pelaku diduga menyuruh atau menggerakkan pihak lain. Namun, Ganjar menilai dua perbuatan tersebut kecil kemungkinan terjadinya dalam kasus Hadi.
"Kalau menyuruh rasanya enggak mungkin karena yang disuruh itu tidak bisa minta pertanggungjawaban. Menggerakkan, kok rasanya apa iya Pak Hadi menggerakkan orang dengan tipu daya, dengan penyesatan, membuat orang lain jadi lakukan perbuatan itu, jadi sangat kecil kemungkinan bentuk menggerakkan. Yang paling mungkin adalah turut serta, artinya bersama-sama," papar Ganjar.
KPK menetapkan Hadi sebagai tersangka terkait permohonan keberatan pajak BCA yang diajukan pada 2003. Hadi diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama terkait dengan keputusannya selaku Dirjen Pajak yang mengabulkan permohonan keberatan pajak dari bank itu.
Atas perbuatan yang disangkakan pada Hadi, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp 375 miliar. Kerugian itu merupakan nilai potensi pajak yang seharusnya dibayarkan BCA kepada negara bila gugatan keberatannya tak dikabulkan.
Terkait kasus ini, Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengatakan bahwa perusahaannya telah memenuhi kewajiban membayar pajak dan menjalankan hak melalui prosedur dan tata cara yang benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. BCA mengklaim tidak melanggar undang-undang maupun aturan pajak dalam perkara ini. (Icha Rastika)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News